Rabu 17 Oct 2018 17:04 WIB

Mudahkan Investasi Pertanian, OSS Perlu Masukkan Izin Teknis

Seluruh persoalan akan selesai jika cakupan OSS diperluas.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Friska Yolanda
Diskusi media bertema 'Kemudahan Investasi Sektor Pertanian' di Gedung PIA Kementerian Pertanian, Rabu (17/10).
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Diskusi media bertema 'Kemudahan Investasi Sektor Pertanian' di Gedung PIA Kementerian Pertanian, Rabu (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian terus mendorong masuknya investasi ke sektor pertanian. Sedikitnya, sudah ada 31 izin yang saat ini sedang diurus.

"Ada mengenai gula, ada mengenai jagung," kata Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PVTPP) Kementerian Pertanian Eriza Jamal dalam diskusi bertema 'Kemudahan Investasi Sektor Pertanian' di Gedung PIA Kementerian Pertanian, Rabu (17/10).

Ia mengatakan, saat ini pihaknya bersama dengan kementerian/lembaga lain memaksimalkan  penerapan Online Single Submission (OSS). Cara ini diakuinya membuat proses perizinan lebih cepat. Sebelumnya, pelayanan kepada pelaku usaha diperlukan waktu 1,5 bulan tapi dengan OSS diharapkan bisa selesai dalam dua pekan.

OSS juga memberi kepastian dan kemudahan bagi para pelaku usaha. Proses perizinan pun terbuka dan bisa dilacak pelaku usaha melalui dashboard.

"Pelaku usaha dari luar Jawa tadinya harus datang untuk administrasi tapi dengan sistem ini mereka bisa mengurus dari sana. Dari segi biaya lebih hemat," katanya. Meski tidak mengetahui pasti berapa angkanya, dalam kurun waktu empat tahun terakhir terjadi peningkatan investasi signifikan di sektor pertanian.

OSS saat ini masih menyambungkan lintas kementerian dan lembaga pusat saja, belum menjangkau daerah. Sementara, Kementan banyak berurusan dengan daerah. 

"Jadi untuk di daerah ini dikoordinasikan kantor Menko. Dua sistem ini nantinya akan digabung," lanjut dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Corporate Affairs Asian Agri M Fadhil Hasan menekankan hal tersebut. Menurutnya, permasalahan pertanian Indonesia adalah lahan dan air, pembiayaan, infrastrukur, energi dan otonomi daerah. Padahal, investasi pertanian sebagian besar berurusan dengan kebijakan pemerintah daerah baik kabupaten/kota maupun provinsi.

Terkait penerapan OSS, menurut Dosen Hukum Bisnis Universitas Prasetya Mulya Rio Chriswanto belum banyak memberi dampak pada investor. Sebab, perizinan usaha seperti SIUP, pendirian perusahaan dan lainnya memang mudah dalam pengurusan. Sementara perizinan teknis masih belum bisa di-cover OSS.

"Perizinan teknis itu sepert izin pelepasan kawasan, izin usaha budidaya, izin lingkungan dan lainnya," kata dia.

Pangkal persoalan perizinan teknis berada di peta. Selama ini, ia melajutkan, salah satu kelemahan atau poin yang harus diperbaiki adalah peta indikatif yang dimiliki tiap kementerian namun nyatanya, peta tersebut tidak benar tapi dianggap benar. Guna mengatasi hal tersebut, saat ini pemerintah tengah mengeluarkan kebijakan satu peta.

Ia menjelaskan, perizinan teknis tetap harus melalui panjangnya birokrasi. Dari perolehan izin usaha hingga mulai melakukan pertanaman diperlukan waktu dua tahun bahkan lebih. Apalagi jika status kawasan bukan Areal Penggunaan Lain (APL), maka perlu waktu satu sampai dua tahun lagi untuk digunakan.

"Artinya dalam dua sampai empat tahun investor harus self financing," ujarnya. Hal ini tentunya mengganggu cashflow dan menjadi perhatian bagi para investor.

Dengan terkendalanya perizinan teknis, maka kemitraan akan terdampak, CSR terkendala mengingat penggunaan lahan milik warga dalam investasi usaha tersebut. Persoalan menjadi meluas pada persoalan konflik sosial yang merugikan investor.

Diakui Rio, seluruh persoalan akan selesai jika cakupan OSS diperluas. Namun yang paling penting bagi investor adalah cepat memulai usahanya dari tenggat waktu penerimaan izin.

"Sehingga dengan itu semua dampak pada cashflow dan dampak sosial dapat dihindari," kata dia.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement