REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah mempersiapkan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang akan digelar di Raja Ampat, Papua Barat. Kegiatan ini akan diselenggarakan pada pertengahan November mendatang.
Ketua MUI Papua Barat Ahnad Nasrau menyambut senang pergelaran kegiatan yang diselenggarakan setahun sekali tersebut. Wilayah Papua dipercaya menjadi daerah yang aman sebagai tuan rumah Rakernas 2018.
“Artinya ada kepercayaan Papua Barat menjadi daerah yang aman, tuan rumah yang baik. Bupati Raja Ampat sangat senang adanya rakernas, itu dari sisi penyambutan,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (21/10).
Menurutnya, pelaksanaan Rakernas menjadi goal syiar dan dakwah telah berkembang di Papua Barat. Hal ini menunjukan bahwa Islam merupakan agama yang Rahmatan Lil Alamin dan semacam mata air yang menyejukan bagi semua orang.
“Sekaligus bagian menjadi upaya MUI Papua Barat untuk memsosialisasikan kepada dunia luar bahwa Papua Barat umat Islamnya luar biasa, sangat welcome dan masyarakat asli Papua Barat banyak yang muslim termasuk di Raja Ampat,” ucapnya.
Tak hanya itu, menurutnya, pemilihan Raja Ampat sebagai penempatan Rakernas 2018 bisa menjadi destinasi religi. Sebab, selama ini turis datang hanya melihat destinasi alam padahal wilayah tersebut didiami oleh masyoritas penduduk asli muslim.
“Tentu Rakernas bukan hanya ajang pelaksanaan rapat kerja MUI semata tapi ada nilai yang ingin kita capai, bahwa Papua merupakan daerah damai, toleransi kerukunan umat beragama berjalan, dengan baik ditandai dengan penghargaan pemerintah pusat melalui Kementerian Agama kepada Papua Barat sebagai daerah tingkat toleransi daerah pada 2017,” ungkapnya.
“Kami ingin mewujudkan dalam Rakernas nanti semakin menunjukkan menjadi tuan rumah dan daerah bisa menjadi percontohan bagaimana membangun kerukunan umat beragama, menghormati perbedaan,” ucapnya menambahkan.
Ia mencontohkan, Papua merupakan wilayah yang memiliki kerukunan umat beragama dengan baik, ditandai kedatangan Ustaz Abdul Somad atau UAS ke Sorong, di mana Persekutuan Geraja-geraja Indonesia (PGGI) memberikan dukungan dalam bentuk surat bahwa menerima kedatangannya.
“Banyak juga non muslim mendengarkan tausiyah UAS dan UAS sangat senang sekali, sangat diterima masyarakat luas termasuk non muslim. Hal ini menunjukkan saling menghormati, tidak ada penolakan atau demo seperi di daerah lain yang mayoritas muslim, itu bagian paradoks dan bukan terjadi pada masyarakat Papua,” ungkapnya.