REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid berharap aksi pembakaran bendera oleh oknum Banser NU dengan alasan bendera Hizbut Tahrir Indonesia pada saat peringatan Hari Santri Nasional di Limbangan, Garut, Jawa Barat, tidak diperlebar ke mana-mana. Ia meminta masalah ini selesai dengan proporsional.
“Permintaan maaf sudah disampaikan, hendaknya jangan diperuncing, memperlebar ke tempat-tempat lain. Jangan diulangi hal-hal yang membuat kegaduhan semacam ini," kata Hidayat di sela acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Solo, Surakarta, Jawa tengah, Kamis (25/10).
Hidayat berharap umat Islam dalam menghadapi kasus ini bersikap proporsional. Ia juga berharap tidak membiarkan menjadi konflik yang bisa membelah umat Islam karena adanya konflik antarkelompok yang satu dengan yang lainnya.
"Ini harus kita dihindari, apalagi ada pihak yang menunggangi untuk pengalihan isu, misalnya Meikarta, data pemilihan umum, atau apa pun,," kata Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Namun, Hidayat juga tidak ingin kasus ini hilang begitu saja, tetapi perlu dikritisi sehingga kasus seperti ini tidak terjadi kembali. "Sikap saya jelas. Ini negara hukum, tegakkan hukum seadil-adilnya. Yang tidak melanggar jangan dihukum dan yang salah harus dihukum," katanya.
Hidayat mengungkapkan bahwa bendera yang dibakar saat peringatan Hari Santri itu hanya bertuliskan kalimat "lailahaillallah" dan itu bukan dilarang. "Kalau ada tambahan Hizbut Tahrir Indonesia itu yang tidak boleh, seperti merujuk peraturan Menteri Dalam Negeri," kata Hidayat.
Untuk itu, dia menyesalkan kejadian pembakaran itu sehingga menimbulkan kegaduhan karena menimbulkan pro dan kontra. "Tapi, ini sudah terjadi, namun jangan diperlebar," kata Hidayat kembali mengingatkan.