Jumat 26 Oct 2018 07:55 WIB

Lombok Barat Sosialisasi untuk Tekan Stunting

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh balita akibat kekurangan gizi kronis.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Agus Yulianto
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil (Ilustrasi)
Foto: BBC
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung bertubuh kerdil (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Pemenuhan gizi pada usia 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) menjadi langkah awal mencetak anak bangsa yang sehat dan cerdas. Ketua Tim Pengerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Lombok Barat (Lobar) Khairatun Fauzan Khalid mengatakan, saat usia 24 bulan, ada delapan fase yang tak boleh dilewatkan orang tua dalam mendidik anaknya.

"1.000 HPK tidak selalu tentang akademik. Hal itu juga bisa dilihat dari pengetahuan akan kesehatan. Rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan di masyarakat bisa berakibat pada terganggunya tumbuh kembang anak," ujarnya dalam sosialisasi yang digelar TP-PKK Lobar bersama Dinas Kesehatan (Dikes) di Aula Bupati Lobar, Rabu (24/10) kemarin.

Dia mencontohkan stunting sebagai akibat dari rendahnya pengetahuan tentang kesehatan khususnya pada 1000 hari pertama kehidupan. Kata dia, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. 

Kekurangan gizi dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1.000 hari pertama kehidupan. "Namun, stunting sendiri baru nampak setelah anak berusia dua tahun. Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit dan penurunan produktivitas," ujarnya.

Khairatun melanjutkan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Ia melanjutkan, menurut data Riskesdas 2013 Kemenkes, ada sekitar 37 persen atau sekira 9 juta anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting. 

"Di NTB sendiri mencapai sekitar 150 ribu anak. Sedangkan dari 65 ribu balita di Lombok Barat, sebanyak 32 persen mengalami stunting. Ini tentunya sebuah angka yang serius," ucapnya.

Namun, dia katakan, progres penurunan angka stunting di Lombok Barat dinilai sangat baik oleh pemerintah pusat. Dia menjelaskan, pada 2017, pemerintah pusat menetapkan empat daerah, termasuk Lombok Barat untuk dijadikan percontohan penurunan angka stunting. 

Pada 2016, Lombok Barat mampu menurunkan angka stunting sebanyak 16 poin yakni dari 49 persen menjadi 32 persen. "Pemerintah pusat menganggap komitmen dari kepala daerahnya (Lombok Barat) dinilai sangat baik dalam menghadapi stunting," kata dia.

Khairatun berharap, sosialisasi ini meningkatkan pengetahuan masyarakat, khususnya yang bersinggungan di desa untuk lebih mengenal pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement