Ahad 28 Oct 2018 11:01 WIB

Turki Siapkan Ekstradisi 18 Tersangka Pembunuh Khashoggi

Erdogan mendesak Saudi mengungkapkan otak yang memerintahkan pembunuhan itu.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Jamal Khashoggi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Jamal Khashoggi

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Kejaksaan Turki mempersiapkan permintaan ektradisi bagi 18 orang yang ditetapkan Arab Saudi sebagai tersangka atas kasus kematian jurnalis Jamal Khashoggi. Langkah ini setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak Saudi mengungkapkan otak yang memerintahkan pembunuhan itu.

Erdogan dalam beberapa pekan terakhir memberikan tekanan pada Saudi atas kasus kematian jurnalis yang memang kerap keras mengkritik Saudi. Apalagi, pemerintah barat menyuarakan keraguan atas penjelasan Saudi sehingga semakin memperburuk hubungan kedua negara Timur Tengah itu.

"Turki memiliki lebih banyak bukti daripada yang telah dikemukakan sejauh ini tentang jurnalis Khashoggi," ujar Erdogan dilansir dari Newsweek, Ahad (28/10).

Jaksa Turki meminta ekstradisi bagi 18 tersangka untuk disidang di Turki. "Alasan dibalik permintaan ekstradisi adalah Jamal Khashoggi dibunuh di Turki oleh warga Saudi yang melakukan perjalanan ke Turki untuk tujuan khusus," kata seorang pejabat senior Turki.

Riyadh sebelumnya mengumumkan telah menangkap 18 tersangka. Para tersangka itu termasuk 15 orang yang dituduh Turki melakukan perjalanan ke Turki dan bertolak kembali ke Saudi pada hari hilangnya kolumnis Washington Post di konsulat Saudi di Istanbul.

"Siapa yang memberi perintah ini? Siapa yang memberi perintah agar 15 orang Saudi datang ke Turki?” ujar Erdogan. Dia menjelaskan sudah jelas sistem peradilan di Turki lebih siap untuk menangani penyebab kasus ini dan memberikan keadilan.

Saudi sebelumnya, megakui Khashoggi meninggal di dalam konsulat dengan tiga kali pernyataan yang berbeda-beda. Pekan lalu, Saudi mengatakan, Khashoggi terlibat dalam perkelahian di Konsulat. 

Kemudian, Saudi menjelaskan Khashoggi dicekik ketika tim yang diduga membunuhnya berusaha membujuk Khashoggi untuk kembali pulang secara sukarela ke Saudi. Akhirnya, pada Kamis kemarin, Saudi mengubah lagi versi ceritnya dengan mengatakan Turki telah memberikan bukti yang menunjukkan pembunuhan telah direncanakan.

Sementara itu, tunangan Khashoggi Hatice Cengiz menolak undangan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengunjungi Gedung Putih. Dia menilai undangan itu untuk memengaruhi opini publik demi kebaikan sendiri.

"Trump mengundang saya ke AS, tetapi saya menganggapnya sebagai pernyataan untuk memenangkan dukungan publik," kata Cengiz kepada penyiar stasiun televisi Turki, Haberturk.

Dalam wawancara televisi untuk kali pertamanya, Cengiz menceritakan peristiwa saat dia terakhir mengantar Khashoggi ke konsulat di Istanbul untuk mengurus surat-surat kepentingan pernikahan. Teggorokan Cengisz seakan tersedak saat dia diminta menceritakan kronologi 2 Oktober.

Cengiz mengatakan, Khashoggi khawatir ketegangan akan muncul ketika ia mengunjungi konsulat untuk pertama kalinya pada 28 September lalu. Akan tetapi dia, diperlakukan dengan baik pada kunjungan itu, yang tampaknya meyakinkannya untuk kembali ke konsulat pada awal Oktober.

"Dia pikir Turki adalah negara yang aman dan jika dia akan ditahan atau diinterogasi, masalah ini akan diselesaikan dengan cepat," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement