REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhamamd Muslih Aziz
Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, berbagai tindakan kesewenang-wenangan dan kezaliman kerap terjadi. Di bawah pemerintahannya, kriminalisasi ulama dan persekusi para aktivis yang kritis menjadi pemandangan biasa. Adalah Imam Hasan al-Bashri (lahir 21 H/642 M) termasuk dalam bilangan sedikit ulama yang berani menentang dan mengecam keras kezaliman Hajjaj, sang pembunuh berdarah dingin.
Keteguhannya dalam menyurakan kebenaran menjadi lembar sejarah tersendiri bagi begawan tabiin kelahiran Madinah ini. Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di Kota Wasit. Ketika pembangunan selesai, diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan al-Bashri yang diundang secara khusus untuk memberikan tausiyah dan berdoa tentu tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik ini.
Dalam ketakjuban orang-orang yang hadir di istana yang megah dan baru, Imam Hasan al-Bashri mulai dengan tausiyahnya, Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang pa ling kejam dan kita dapati Fir'aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun, kemudian Allah membinasakan Fir'aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj tahu bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya...
Tausiyah tanpa tedeng aling-aling, lantang, dan kritis. Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti, Cukup wahai Abu Sa'id, cukup! Namun, Hasan al-Bashri yang punya panggilan Abu Sa'id ini berkata, Wahai saudaraku, Allah Jalla wa 'Alaa telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya.
Keesokan harinya, Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras, Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut!
Hajjaj memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh pihak keamanan negara untuk menangkap Hasan al- Bashri. Dibawalah putra Khairah, budak Ummu Salamah (istri Rasulullah SAW), ini di hadapan Hajjaj. Semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu nasibnya.
Begitu Hasan al-Bashri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus, dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu, lalu berjalan mendekati Hajjaj dengan keteguhan seorang mukmin, kewibawaan seorang Muslim, dan kehormatan sang penyeru kebaikan, ad-da'i ila Allah.
Melihat izah yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa sang Imam, dia berkata ramah, Silakan duduk di sini wahai Abu Sa'id, silakan! Seluruh yang hadir terheran-heran melihat sikap amirnya yang mempersilakan Hasan al-Bashri duduk di kursinya.
Sementara itu, dengan tenang dan penuh wibawa, Hasan al-Bashri duduk di tempat yang disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu menanyakan berbagai masalah agama. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab Hasan al-Bashri dengan jawabanjawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuannya yang luas.
Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, Wahai Abu Sa'id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat. Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan al-Bashri, sebagai sebuah penghormatan akhir, lalu diantarkan sampai di depan pintu. Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Bashri berkata, Wahai Abu Sa'id, sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan yang lain.
Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus, saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu? Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim, jawab sang Imam yang sangat zuhud ini. Wallahu A'lam.