Rabu 31 Oct 2018 18:10 WIB

Fayakhun Andriadi Dituntut 10 Tahun Penjara

Sikap sopan Fayakhun menjadi hal yang meringankan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Terdakwa kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla Fayakhun Andriadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla Fayakhun Andriadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (17/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus suap Bakamla Fayakhun Andriadi dituntut hukuman 10 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam tuntutannya, Fayakhun juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidier 6 bulan kurungan.

“Kami menuntut supaya Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi  masa penahanan yang telah dijalani terdakwa,” ujar JPU KPK, Anto Wibowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/10)

Dalam tuntutannya, JPU KPK juga meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun yang dihitung sesak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.

Adapun hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Selain itu, terdakwa juga mencederai amanat yang diembannya selaku wakil rakyat di DPR RI  karena telah menerima uang suap dalam jabatannya.

Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya. Terdakwa juga mengakui kesalahannya dan menyesali perbuatannya. Kemudian, terdakwa juga sudah mengembalikan sebagian uang suap yang diterimanya. Selain itu, sampai saat ini, terdakwa juga mais memiliki tanggungan keluarga.

Dalam tuntutannya, JPU KPK menilai terdakwa Fayakhun Andriadi terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Dalam perbuatannya, Fayakhun telah menerima uang suap 911.480 dollar AS. Uang tersebut diduga diberikan oleh Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah.

Uang tersebut diberikan kepada Fayakhun yang merupakan anggota Komisi I DPR RI agar mengupayakan alokasi penambahan anggaran Badan Keamanan Laut Republik Indonesia untuk proyek pengadaan satellit monitoring dan drone dalam usulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) pada tahun 2016.

Adapun kongkalikong suap proyek ini berawal pada April 2016, saat kunjungan kerja Komisi I DPR ke kantor Bakamla di Jalan Sutomo No. 11 Jakarta Pusat, Fayakhun bertemu dengan Ali Fahmi Habsyi yang mengaku sebagai staf khusus Kepala Bakamla dan meminta Fayakhun agar mengupayakan usulan penambahan alokasi anggaran di Bakamla. Sebelumnya, Ali Fahmi juga sudah menawarkan proyek Bakamla kepada Direktur PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah pada Maret 2016.

Dalam pertemuan berikutnya, Ali Fahmi mengatakan kepada Fayakhun bahwa nantinya akan disiapkan fee sebesar 6 persen dari nilai anggaran proyek untuk pengurusan anggaran tersebut.

Pada tanggal 29 April 2016, Fayakhun memberitahu Fahmi Dharmawansyah bahwa rekan-rekan anggota Komisi I DPR memberikan respon positif atas pengajuan tambahan anggaran Bakamla sebesar Rp 3 triliun dalam usulan APBN-P tahun 2016.

Fayakhun mengatakan, nantinya dari tambahan anggaran tersebut, terdapat proyek satelit monitoring dan drone senilai Rp850 miliar.

Bahkan, Fayakhun juga mengatakan akan mengawal usulan alokasi tambahan anggaran di Komisi I DPR untuk proyek-proyek di Bakamla dengan syarat Fayakhun mendapatkan komitmen fee dari Fahmi untuk pengurusan tambahan anggaran tersebut.

Fayakhun selanjutnya meminta tambahan komitmen fee 1 persen untuk dirinya dari nilai fee sebelumnya sebesar 6 persen. Sehingga, total fee yang harus disiapkan menjadi sebesar 7 persen dari nilai proyek Mei 2016.

Atas perbuatannya,  sebagaimana diatur dan diancam Fayakhun dijerat pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tetntang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tenten Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tengan Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement