REPUBLIKA.CO.ID, Betapa banyak kisah yang mengandung hikmah untuk memperkuat keimanan dan ketakwaan. Salah satunya tentang Ashhabul Ukhdud, yakni sekelompok rakyat pada masa pra-Islam yang beriman kepada Allah SWT.
Hanya karena meyakini ajaran tauhid, mereka mengalami penyiksaan luar biasa. Penguasa setempat menghempaskan kaum tersebut, entah laki-laki, perempuan, tua maupun muda, ke dalam parit yang dibakar.
Orang-orang keji itulah yang dinamakan oleh Alquran sebagai Ashhabul Ukhdud. Peristiwa ini diabadikan dalam surah al-Buruj dan sebuah hadits panjang riwayat Imam Muslim (no. 3005).
Para martir dalam kisah itu menolak tunduk di hadapan raja yang gemar mendewakan diri. Seluruhnya lalu dibakar dalam kondisi masih bernyawa. Hadits di atas menyebutkan, di antaranya bahkan terdapat seorang ibu yang menggendong bayinya.
Perempuan ini sempat takut ketika diperintahkan si raja untuk masuk ke dalam kobaran api. Namun, anaknya yang masih dalam buaian, atas izin Allah SWT, berkata kepadanya, “Duhai, Ibu, bersabarlah, karena engkau sesungguhnya di atas kebenaran.”
Mengutip Tafsir al-Mishbah karya M Quraisy Shihab, banyak ulama menyatakan bahwa orang-orang yang disiksa Ashhabul Ukhdud merujuk pada sekelompok kaum beriman yang memeluk agama Nasrani di Najran. Kota tersebut kini terletak di suatu lembah perbatasan antara Arab Saudi dan Yaman.
Peristiwa pembakaran yang dimaksud terjadi kira-kira pada 523 M. Jaraknya hampir setengah abad menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. Maka dari itu, tidak mengherankan bila kisah ini cukup populer di kalangan penduduk jazirah Arab, termasuk Makkah.
Ketika nama Ashhabul Ukhdud disebutkan kepada para sahabat, Rasulullah SAW mengucapkan taawuz. Beliau SAW memohonkan perlindungan kepada Allah SWT untuk umatnya, mengingat besarnya ujian yang dialami kaum Nasrani tersebut. Diharapkannya pula, para pengikutnya mencontoh kesabaran orang-orang beriman dari masa lalu ketika menghadapi segala gangguan dan tipu-daya kaum kafir Quraisy di Makkah.
Penyiksaan atas kaum Kristen Najran dilakukan dengan instruksi Yusuf bin Syarhabiil. Bangsa Arab menggelarinya Dzu Nuwaas.
Kata dzu dalam bahasa Arab berarti ‘pemilik’, sedangkan nuwaas adalah sebutan untuk hiasan khas Yahudi ortodoks yang berupa rambut keriting dan dipasang di dekat kedua telinga (payots [Ibrani]; sidelocks [Inggris]). Sirah Nabawiyah karya Ibn Hisyam sebagaimana diringkas Abdus-Salam M Harun (2000: 10) meriwayatkan kisah pemimpin bengis ini.