REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rupiah ditutup menguat menjelang akhir pekan, Jumat (2/11). Kurs refersensi BI, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp 15.089 per dolar AS, menguat dari posisi Rp 15.195 per dolar AS.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan penguatan ini murni karena faktor eksternal tanpa campur tangan BI. Menurutnya, ini karena ekonomi Amerika Serikat sedang melambat sehingga berpengaruh pada kurs negara-negara emerging market.
"Data-data Amerika menunjukan bahwa data-data inflasinya dan perkembangan ekonominya mulai flat, biasnaya data AS kuat sekali dan membuat inflasi naik, kalau inflasi naik kemudian suku bunga AS naik cepat," kata dia setelah peresmian Tata Pamer baru Museum Bank Indonesia di Jakarta Barat, Jumat (2/11).
Data-data terakhir ekonomi AS, tambahnya menunjukan bahwa mereka udah mulai kehilangan daya pacunya. Meski dinilai masih kuat namun daya pacunya tidak sekuat awal tahun ini, saat dolar terus menguat terhadap mata uang negara lain.
"Jadi ini tidak ada intervensi BI, hari ini itu kurs market sendiri dan menguat karena supply dan demand," katanya.
Selain itu, situasi pasar keuangan di emerging market termasuk Indonesia dalam dua hari ini bisa membaik cukup signifikan terutama didorong oleh perundingan dagang AS dan Cina. Meski belum selesai tapi ada kemajuan.
Dalam lima bulan terakhir, perang dagang antara kedua negara ini telah menyebabkan gelombang pelemahan kurs di beberapa negara. Ia mengatakan ada faktor kesengajaan dibuat melemah dalam rangka mendorong ekspornya Cina.
Ini mendorong pelemahan kurs negara-negara lain. Hari ini ada kemajuan dalam progres perundingan AS-Cina sehingga menguatkan kurs negara-negara emerging market kemudian kurs dolar terhadap negara-negara lain melemah.