Sabtu 03 Nov 2018 08:21 WIB

Untuk Urusan Hoaks, Kelompok Terdidik tak Ada Bedanya

Masyarakat sekarang ini mudah terprovokasi akibat penyebaran ujaran kebencian.

Prof Siti Musdah Mulia
Foto: BNPT
Prof Siti Musdah Mulia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Siti Musdah Mulia mengatakan untuk urusan hoaks, tidak ada bedanya antara kelompok terdidik atau bukan. Orang-orang terdidik seolah-olah bukan orang yang berpendidikan ketika tidak berpikir kritis terhadap hoaks.

Menurut Musdah, kesadaran masyarakat untuk berpikir kritis, menelaah, dan mendalami informasi yang diterima melalui media sosial seperti sudah tidak ada lagi meski informasi itu terkadang tidak masuk akal. "Saya juga heran hal ini bisa terjadi pada kelompok-kelompok terdidik. Pada urusan hoaks tidak ada bedanya, seolah-olah mereka bukan orang yang berpendidikan," ujarnya di Jakarta, Jumat (2/11).

Menurut dia, masyarakat sekarang ini sepertinya sangat mudah terprovokasi akibat adanya penyebaran ujaran kebencian, hoaks, dan narasi propaganda melalui media sosial. Musdah mengatakan untuk mewujudkan media sosial yang ramah dimulai dari masing-masing individu untuk menggunakan media sosial secara bertanggung jawab.

"Teknologi itu harus lebih banyak dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif, bukan untuk hal-hal yang negatif," kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Ia berharap pengguna media sosial yang gemar membuat konten negatif seperti ujaran kebencian dan berita bohong menghentikan tindakannya yang merugikan orang lain itu. Selain itu, ketika menerima sebuah berita atau informasi apa pun, baik dalam bentuk meme, video, ataupun pernyataan sebaiknya masyarakat mencermati kebenaran informasi tersebut.

"Kalau menerima berita maka yang kita lakukan adalah mengedepankan pemikiran kritis, logika, kita berpikir informasi itu masuk akal apa tidak," katanya. 

Ia pun meminta masyarakat untuk tidak gampang menyebarkan (share) informasi yang diterima dari media sosial. Masyarakat harus bisa berpikir apakah ada manfaatnya atau lebih banyak mudaratnya. 

"Kita  lihat dulu apakah ada manfaatnya kalau kita share, bisa bahaya atau tidak. Daripada kita membuat bahaya lebih baik kita meredamnya, preventif kan lebih baik daripada kuratif," katanya.

Ia pun mengatakan perlu langkah konkret untuk mewujudkan media sosial yang ramah. "Agar konten-konten yang berbau kebencian, permusuhan, dan konflik bisa bersih dari media sosial," kata Musdah.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement