Selasa 06 Nov 2018 16:33 WIB

KPK Dalami Hubungan Mantan Sekretaris MA dengan Eddy Sindoro

KPK pada Selasa (6/11) memeriksa Nurhadi sebagai saksi untuk Eddy.

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi,  Jakarta, Selasa (6/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman bersiap menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami hubungan antara mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dengan mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. KPK pada Selasa (6/11) memeriksa Nurhadi sebagai saksi untuk Eddy.

"Kami perlu mendalami hubungan langsung atau tidak langsung saksi dengan dengan tersangka dalam konteks kasus ini," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.

Sampai berita ini diturunkan, pemeriksaan terhadap Nurhadi masih berlangsung.

Sebelumnya, Nurhadi dan istrinya Tin Zuraida pada Senin (29/10) tidak memenuhi panggilan KPK.

"Apa yang diketahui dan apa yang pernah dilakukan Nurhadi saat masih menjabat dulu tentu menjadi perhatian kami," ucap Febri.

Sebagai catatan, kata Febri, pengiriman surat panggilan pertama ke alamat lama rumah Nurhadi tidak sampai. Tin Zuraida, istri dari Nurhadi saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

KPK pun telah menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Tin Zuraida pada Jumat (2/11), namun yang bersangkutan tidak hadir. KPK pun telah menerima surat dari Kemenpan-RB yang menginformasikan bahwa Tin Zuraida sedang melaksanakan tugas perjalanan dinas di luar negeri dari 3-7 November 2018 sehingga ada permintaan penjadwalan ulang setelah itu.

Tersangka Eddy Sindoro telah menyerahkan diri ke KPK pada Jumat (12/10) setelah sebelumnya sejak April 2016 sudah tidak berada di Indonesia. KPK sudah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka sejak November 2016. Eddy diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait dengan permohonan bantuan pengajuan Peninjauan Kemabali di PN Jakpus.

Sudah ada dua orang yang menjalani vonis terkait perkara ini, yaitu panitera sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno. Doddy sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution sudah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50 ribu dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh Mahkamah Agung melawan PT First Media. Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co, yaitu Austriadhy sebesar 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat.

Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi menanyakan mengapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK. Namun, Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan.

Edy Nasution juga mengakui menerima 50 ribu AS dari Dody dimana uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo. Dalam perkembangan penanganan perkara tesebut, KPK juga telah menetapkan advokat Lucas (LCS) sebagai tersangka merintangi penyidikan dengan tersangka Eddy Sindoro.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement