Ahad 11 Nov 2018 14:53 WIB

Kemenkes Pandang Santri yang Lumpuh Bukan karena Vaksin MR

Faktor keamanan dan mutu merupakan kesatuan dalam tiap produksi vaksin.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Petugas menunjukan Vaksin Campak dan Rubella (MR) sebelum melakukan imuniasasi kepada anak di Puskesmas Darussalam, Banda Aceh, Rabu (19/9).
Foto: Antara/Ampelsa
Petugas menunjukan Vaksin Campak dan Rubella (MR) sebelum melakukan imuniasasi kepada anak di Puskesmas Darussalam, Banda Aceh, Rabu (19/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim semua vaksin diproduksi dengan menerapkan keamanan dan standar mutu. Kemenkes beranggapan pelajar madrasah di Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, lumpuh bukan akibat imunisasi campak rubela (measles rubella/MR),

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Anung Sugihantono mengatakan, ketika produksi imunisasi dilakukan, pasti faktor keamanan dan mutu menjadi kesatuan tak terpisahkan. "Itu sudah menjadi satu kesatuan, yaitu keamanan dan mutunya. Sejauh ini tidak ada imunisasi yang kemudian menimbulkan hal-hal yang tidak kami inginkan seperti kelumpuhan dan sebagainya," ujarnya saat ditemui di fun bike Kemenkes di RSKO Jakarta, Jakarta Timur, Ahad (11/11).

Kendati demikian, ia mengakui memang ada kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) pascaimunisasi. Tetapi, ia meminta KIPI yang muncul harus dilihat lebih lanjut karena bisa jadi itu akinat vaksin atau proses imunisasi atau hal lain sebagai pemicu dari sesuatu.

"Sama seperti kalau Guillan Barre Syndrome (GBS) terjadi bisa akibat herediter atau mengalami infeksi, jadi harus dilihat lagi secara utuh," katanya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kediri, Fauzan Adima memberikan klarifikasi terhadap kasus lumpuhnya salah santri MTs Lirboyo. Dia memastikan kelumpuhan santri bukan akibat dari vaksin Measless Rubella (MR) melainkan difteri.

Lebih detil, Fauzan menerangkan, santri asal Tulungagung ini sebenarnya telah mendapatkan imunisasi difteri sebanyak tiga kali. Putaran pertama berlangsung sekitar Februari lalu sesi kedua dilaksanakan pada Agustus 2018. Dari kedua tahapan ini, Fauzan memastikan, santri tidak mengalami masalah apa pun pada kesehatannya.

Sementara, vaksinasi difteri putaran ketiga dilaksanakan sekitar 24 Oktober lalu di MTs Lirboyo, Kota Kediri. Dua hari setelah kegiatan ini, santri bernama Wildan (12) dilaporkan mengeluh kakinya sulit digerakkan. Kemudian santri langsung dibawa ke puskesmas terdekat oleh keluarga.

Karena perlu pengananan lebih lanjut, puskesmas merujuk pasien ke Rumah Sakit (RS). "Dan RS yang diminta keluarganya itu di Tulungagung karena rumahnya di sana. Jadinya dirawat di RSUD Tulungagung," ujar Fauzan.

Berdasarkan informasi yang didapat Dinkes Kota Kediri, santri Wildan ternyata dirawat di RSUD Tulungagung selama tiga hari. Karena tidak ada perubahan, santri langsung dirujuk ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang. Dari diagnosis RS, santri dinyatakan mengidap penyakit Guillan Barre Syndrome (GBS).

"Nah, kalau lihat dari penyakit ini, GBS itu tidak ada hubungannya dengan imunisasi difetri. Logikanya kan yang disuntik itu lengan kiri tapi lumpuhnya kaki, harusnya di tangan dulu. Itu logika awamnya tapi dari medis memang tidak ada hubungannya," ujar dia.

Karena kondisi tersebut, hal yang dialami Wildan pun dimasukkan ke dalam kejadian khusus. Dalam hal ini masuk pada kategori Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Kelumpuhan individu terkait terjadi dua hari setelah pelaksanaan vaksinasi difteri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement