REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mendorong perbankan memanfaatkan instrumen Interest Rate Swap (IRS) dan Overnight Index Swap (OIS). Tujuannya untuk menjaga suku bunga agar tidak terpengaruh oleh kondisi yang menyebabkan suku bunga tidak menentu.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menjelaskan, kedua instrumen tersebut bisa digunakan nasabah untuk melindungi nilai atau hedging suku bunga di pasar. Pasalnya, ada pinjaman nasabah yang mempunyai suku bunga tetap namun ada pula yang suku bunganya mengambang (floating).
"Kalau mengambang, mau diubah patokannya dari Jibor menjadi IndONIA, karena IndONIA benar-benar capture transaksi real di pasar. Sedangkan Jibor hanya quotation dari beberapa bank," tutur David kepada Republika awal pekan ini.
Ia berharap IndONIA bisa menjadi patokan bagi transaksi OIS. "Jadi klau misalnya nasabah ada pinjaman suku bunga mengambang, lalu ada pandangan suku bunga naik, dia bisa lakukan transaksi hedging dan menerima floating," jelasnya.
Kedua instrumen tersebut, kata dia, dapat pula memproteksi kenaikan suku bunga di masa depan. "Ini semacam asuransi dan ada preminya," tambahnya.
Agar nasabah bisa menggunakan instrumen OIS dan IRS, menurutnya bank harus mempersiapkan sistemnya. Kemudian, bank juga harus memperkenalkan produk tersebut kepada nasabah.
"Ini harus diperkenalkan atau disosialisasikan ke nasabah. Seperti sebelumnya instrumen DNDF, berkat sosialisasi pengguna transaksi DNDF terus bertembah, kini transaksinya pun meningkat sekitar 100 juta dolar AS setiap hari.
Dirinya berharap nasabah bisa memanfaatkan fasilitas hedging yang disediakan. Alasannya, beberapa perusahaan bangkrut karena tidak waspada terhadap kenaikan suku bunga serta valuta asing.
"Kalau di bank-bank di luar negeri, sudah banyak yang tawarkan instrumen semacam ini. Kalau di Indonesia masih dalam proses, makanya perlu pendalaman pasar dengan memperbanyak variasi instrumen namun tetap prudent sekaligus memiliki batasan tertentu," tutur David.