Kamis 22 Nov 2018 14:22 WIB

Pleidoi Zumi Jelaskan Alasan Penerimaan Berbagai Gratifikasi

Zumi Zola sebelumnya dituntut delapan tahun penjara oleh jaksa KPK.

Terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi, Zumi Zola (kiri) meninggalkan ruangan seusai mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Foto: Antara/Reno Esnir
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi, Zumi Zola (kiri) meninggalkan ruangan seusai mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jambi 2016-2021 Zumi Zola Zulkifli mengakui bahwa berbagai penerimaan yang ia terima untuk keluarga selama ia menjabat sebagai gubernur Jambi adalah perbuatan yang salah. Pengakuan itu diungkapkan oleh Zumi dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/11).

"Berbagai penerimaan untuk kepentingan keluarga saya yang semuanya saya akui adalah langkah yang salah untuk berbakti kepada keluarga saya. Tiada lain karena saya masih belum mencapai pemikiran yang matang agar dapat dapat membalas budi orang tua saya dengan cara yang benar," kata Zumi.

Zumi Zola sebelumnya dituntut delapan tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum KPK. Ia dinilai terbukti menerima gratifikasi dan memberikan suap kepada anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 terkait pengesahan APBD tahun anggaran 2017 dan 2018.

Jaksa juga menuntut pidana tambahan kepada Zumi. Yakni, hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak Zumi selesai menjalani pidana pokoknya.

"Bahwa di luar dari kepentingan berbakti kepada keluarga dan kepentingan kemanusiaan, saya tidak pernah membantu orang lain secara finansial. Hal itu merupakan hal yang saya mohon agar bisa dipertimbangkan yang mulia sebagai sifat yang manusiawi, bukanlah hal yang buruk," tambah Zumi.

Zumi mengaku datang ke sidang dalam kondisi sakit dan lemah karena menderita diabetes. Tetapi, ia tetap memaksakan hadir ke persidangan.

"Saya masih sekolah ketika orang tua saya berpisah, saya tinggal dengan ibu saya, namun ayah saya dengan kasih sayangnya selalu mendukung segala kebutuhan materi saya, boleh dikata saya walau hidup dengan ayah ibu yang terpisah namun tetap diberikan kemanjaan oleh orang tua saya," ungkap Zumi yang tersedu ketika menceritakan mengenai keluarganya.

Zumi bercerita bahwa ia mengawali karier sebagai artis. Ketika menjadi artis, ia sudah bisa mengumpulkan sejumlah uang walau tidak besar namun lebih dari cukup untuk membeli apartemen, rumah dan tanah.

"Namun ayah saya yang merasa bertanggung jawab untuk memberikan saya sekolah tinggi menghentikan karier tersebut dengan menyekolahkan saya ke Inggris. Sekembali dari luar negeri, ayah saya menyiapkan saya terjun ke dunia politik dengan diajak bergabung dalam partai politik," tambah Zumi.

Ia pun akhirnya terpilih sebagai kepala daerah bupati kabupaten Tanjung Jabung Timur. Selanjutnya, ia ikut Pilkada Jambi dan akhirnya terpilih pada Februari 2016 sebagai gubernur.

"Di balik kasus gratifikasi yang saya hadapi ternyata ada hikmahnya bahwa saya mengetahui terdapat berbagai kepentingan dari pihak-pihak yang menggunakan nama saya yang saat itu menjabat Gubernur Kepala Daerah Jambi," tambah Zumi.

Ternyata, menurut Zumi, tanpa sepengetahuan dan kepentingan dirinya, saksi-saksi dalam perkara itu melemparkan tanggung jawab kepada Zumi atas uang yang diserahkan kepada pihak lain. "Karena katanya atas perintah saya walau saksi-saksi tersebut tidak pernah bertemu dan tidak pernah mendapat perintah dari saya," ungkap Zumi.

Dalam perkara ini, Zumi Zola selaku Gubernur Jambi periode 2016-2021 menurut JPU terbukti melakukan dua dakwaan. Pertama, Zumi Zola bersama-sama dengan bendahara tim sukses pemilihan Gubernur Jambi sekaligus sebagai asisten pribadi Zumi Zola, Apif Firmansyah; teman kuliah dan tim sukses Zumi, Asrul Pandapotan Sihotang; dan Kepala Bidang Bina Marga PUPR Arfan telah menerima gratifikasi sejumlah Rp37,478 miliar, 183.300 dolar AS, 100 ribu dolar Singapura dan 1 mobil Alphard nomor polisi D 1043 VBM yang telah diterima sejak Februari 2016 sampai November 2017.

Hadiah itu diterima dari para rekanan yaitu Muhammad Imadudin alias Iim, Agus Herianto, Endria Putro, Nicko Handi, Rudy Lidra, Jeo Fandy Yoesman alias Asiang, hardono alias Aliang, Yosan Tonius alias Atong, Andi Putra Wijaya alias Andi Kerinci, Kendry Ariyon alias Akeng, Musa Effendi serta rekanan lainnya.

Dakwaan kedua, terkait pengesahan APBD TA 2017, terdakwa bersama-sama Apif Firmansyah telah memberikan uang kepada pimpinan dan anggota DPRD provinsi Jambi mencapai keseluruhan berjumlah Rp 12,94 miliar.

Selanjutnya, terkait pengesahan APBD TA 2018, Zumi bersama-sama Erwan Malik selaku Plt Sekretaris Daerah, Arfan selaku Plt Kepala Dinas PUPR dan Saipudin selaku Asisten 3 telah memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang kepada beberapa anggota DPRD Provinsi Jambi terkait dengan pengesahan dan persetujuan APBD 2018 yang keseluruhan berjumlah Rp 3,4 miliar.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement