Selasa 27 Nov 2018 15:28 WIB

Ketua KPK Desak Pemerintah Revisi UU Tipikor

UU Tipikor dinilai sudah tidak relevan dengan upaya pemberantasan korupsi saat ini.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Ketua KPK Agus Rahardjo.
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua KPK Agus Rahardjo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mendesak agar pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laolly segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999. Agus menyebut, UU Tipikor belum sepenuhnya menjalankan ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) ke dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC pada 2003.

Menurut Agus, pemerintah baru menjalankan delapan rekomendasi hasil ulasan implementasi UNCAC. Sementara itu, 24 rekomendasi dari ulasan implementasi UNCAC belum dilaksanakan pemerintah sepenuhnya.

"Ada hal yang sangat penting, mendesak, dan genting, yang harus segera diwujudkan yaitu perubahan UU tipikor, itu menurut saya mendesak, jadi perubahan UU 31 Tahun 1999 penting dilakukan‎," kata Agus di Gedung KPK Jakarta, Selasa (27/11).

Agus menuturkan, tim dari KPK sesungguhnya mampu melakukan tangkap tangan setiap hari bilamana sumber daya manusianya tercukupi. Oleh karena itulah, ia meminta agar pemerintah segera merevisi UU Tipikor.

"Karena kalau kita lihat, mendesaknya dan gentingnya di mana saya perlu laporkan ke bapak ibu dan Menteri Hukum dan HAM, kalau KPK tenaganya cukup hari ini, kita OTT tiap hari bisa," tutur Agus.

Karena, lanjut Agus, hampir seluruh kepala daerah dan pejabat negara masih melakukan tindak pidana korupsi. Hal itu dibuktikan KPK dengan gencarnya melakukan OTT dalam beberapa tahun belakangan ini.

"Jadi kegentingannya kalau kita punya orang hari ini, yang namanya penyelenggara negara bisa habis hari ini, karena ditangkapi, kita harus segera berubah," terangnya.

Agus menambahkan, peran masyarakat juga perlu masuk dan wajib dilibatkan secara aktif dalam pencegahan dan penindakannkorupsi dalam UU Tipikor. "Itu esensinya penting karena selama ini penegak hukum yang bergerak, masayakat belum bergerak," ucap dia.

Lebih lanjut, Agus membandingkan penegakan hukum kasus korupsi yang dijalankan Singapura, salah satu negara yang telah mengimplementasikan UNCAC. Menurutnya, Singapura telah menyentuh tindak pidana korupsi hingga ke sektor swasta.

Bahkan, sesikitnya, ada 26 aktivitas  yang dianggap bukan tindak pidana korupsi di Indonesia. Namun, di Singapura hal tersebut merupakan perbuatan korupsi.

"Contoh penyedia ikan tongkol yang menyuap pihak restoran bisa ditindak oleh lembaga antikorupsi Singapura. Banyak sekali contoh yang kadang kita tidak berpikir itu korupsi, kemudian misalnya lagi dealer mobil mendekati produsen kendaraan bermotornya, kita banyak sekali aktivitas seperti itu kan," ujarnya.

Ia pun menegaskan, agar  korupsi di sektor swasta perlu masuk dalam UU Tipikor Indonesia. Selain itu, kata dia perdagangan pengaruh serta memperkaya diri sendiri secara tidak sah juga perlu masuk dalam UU Tipikor yang telah direvisi nantinya.

"Menkumham mohon dukungannya di waktu sependek ini kita punya UU tipikor yang baru," pinta Agus.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyanggupi permintaan Ketua KPK Agus Rahardjo terkait revisi terhadap UU 31/1999. Menurut Yasonna, revisi UU Tipikor sangat penting untuk dikaji lebih jauh dan bisa didorong lebih cepat saat pemerintah baru pada 2019.

"Kami memahami betul, bahwa urgency-nya kan ini. Nanti dengan pemerintahan baru tahun depan, saya kira ini bisa kami dorong lebih cepat (revisi UU Tipikor). Saya kira begitu," kata Yasonna, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/11).

Meskipun, sambung Yasonna, dirinya tak bisa berjanji manis akan memenuhi permintaan KPK dalam waktu yang cepat, lantaran saat ini tengah masuk proses Pemilihan umum (Pemilu) 2019. Dia menyebut akan sulit menyelesaikan beberapa hal di tahun politik.

"Pada proses sekarang, proses politik kita yang menjelang Pemilu, yang agak sulit kita menyelesaikan beberapa soal," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement