REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara umum, masakan suku Hui memiliki banyak kemiripan dengan hidangan khas Cina utara lainnya. Kendati demikian, ada pengaruh peradaban Asia Tengah yang cukup signifikan dalam berbagai hidangan khas mereka. Sajian yang terbuat dari daging kambing, domba, atau sapi sangat disukai orang-orang Hui. Di samping itu, lemak hewani juga kerap digunakan dalam berbagai masakan mereka.
Beberapa jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa juga menjadi sumber bahan makanan masyarakat Hui. Namun, mereka terbilang jarang mengonsumsi keju ataupun bentuk-bentuk olahan susu lainnya. Orang-orang Hui sangat pantang mengonsumsi semua produk makanan yang mengandung babi ataupun bahanbahan lainnya yang diharamkan oleh ajaran Islam.
Baca: Sentuhan Islam dalam Kuliner Hui
Masyarakat Hui umumnya memasak makanan di dalam panci besar atau wajan yang disebut guo. Dalam menyajikan hidangan, mereka biasanya menggunakan sejumlah peralatan, seperti lyagan (piring besar), panzi (nampan), van (mangkuk besar), dan dezi (piring). Saat menyantap makanan, orang Hui biasanya menggunakan kuezi, yaitu sumpit yang terbuat dari kayu, bambu, atau gading.
Pengamat kuliner Martha E Weeks menuturkan, hidangan seperti bihun dan soun sangat populer di kalangan komunitas Hui. “Seperti masyarakat Cina umumnya, mie berbahan kacang hijau tersebut banyak tersedia di pasar dan rumah-rumah penduduk Hui,” tulis Martha dalam artikelnya berjudul Cuisine of the Duncan (Hui) People.
Ia menuturkan, orang-orang Hui juga terbiasa menggunakan tepung terigu untuk membuat mie, pangsit, dan roti. Salah satu hidangan mie khas Hui yang paling terkenal adalah lyuman atau di beberapa wilayah Cina lainnya disebut lagman. Mie lyuman ini berbentuk tebal dan dimasak dengan campuran saus, daging, sayuran, dan kuah yang mirip seperti sup.
Masyarakat Hui adalah penggemar roti. Mereka membuat roti dengan cara dikukus, digoreng, atau dipanggang. Beberapa di antaranya adalah guokuy atau bizi-mo (roti yang dipanggang), jin-mo, dan yutazi (roti yang dikukus). Selain itu, ada lagi yugshchyan, shchyuenzi tonmyan, dinmyan bizi, dan pantszi yang kesemuanya adalah jenis roti datar yang dibuat dari adonan beragi. “Di samping itu, dyubin atau dyutsekhuor juga diminati. Yaitu, roti datar yang diisi dengan daun bawang Cina,” kata Weeks.
Minuman yang paling sering dikonsumsi oleh orang-orang Hui adalah teh hangat yang disebut tsa. Minuman ini biasanya disajikan tanpa pemanis, baik tsa khi (teh hitam) maupun lyu tsa (teh hijau).
Sementara, bumbu yang umum digunakan dalam masakan Hui antara lain berupa saus cabai yang disebut lazi. Saus ini terbuat dari cabai rawit, bawang putih, dan minyak sayur. Varian lainnya ada pula yang menggunakan tomat, bawang, bawang putih, paprika, cuka, dan bahan rempah-rempah yang tersedia di pasar. Bumbu umum lainnya di sini juga termasuk adas manis, cengkih, kayu manis, jahe, ketumbar, dill, bawang putih, lada hitam, dan cabai rawit.
Dalam melayani tamunya, orang-orang Hui memiliki semacam tradisi untuk menyajikan minimal empat hidangan, yang terdiri dari dua masakan sayuran dan dua santapan daging. Namun pada praktiknya, mereka biasanya menyajikan hidangan yang lebih beragam.
Dalam perjamuan dan pesta, komunitas Hui juga memiliki kebiasaan menyajikan makanan dalam sembilan, 13, 18, 24, 36, atau 48 piring. “Kecuali untuk makan 13 hidangan, piring dan mangkuk disusun di meja persegi panjang di baris ketiga,” tutur Weeks.