REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat orang saksi terkait kasus suap pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta. Penyidik KPK ingin mendalami aliran dana kasus suap proyek tersebut.
Adapun para saksi yang diperiksa adalah pihak swasta Fitradjaja Purnama yang dimintai keterangan untuk tersangka Bupati nonaktif Bekasi, Neneng Hasanah Yasin. "Kepada yang bersangkutan, penyidik mendalami hubungan dan kerjasama saksi dengan tersangka lainnya dalam perkara ini dan peran yang dilakukan saksi," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Selasa (27/11).
Sementara untuk, tiga saksi lainnya yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkunhan Pemkab Bekas, penyidik meminta keterangan mereka untuk tersangka Billy Sindoro."Kepada mereka, penyidik terus mendalami dugaan aliran dana terkait pengurusan perizinan proyek Meikarta," ujar Febri.
Sebelumnya, dari serangkaian bukti komunikasi dan pemeriksaan saksi oleh penyidik KPK, kasus ini semakin mengerucut kepada kepentingan Lippo Group, selaku pengembang megaproyek 'Kota Baru' itu. Proyek Meikarta digarap oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk.
Secara keseluruhan, nilai investasi proyek Meikarta ditaksir mencapai Rp278 triliun. Meikarta menjadi proyek terbesar Lippo Group selama 67 tahun grup bisnis milik Mochtar Riady itu berdiri. Dalam kasus ini, Billy Sindoro diduga memberikan uang Rp7 miliar kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan anak buahnya. Uang itu diduga bagian dari fee yang dijanjikan sebesar Rp13 miliar terkait proses pengurusan izin proyek Meikarta.
KPK sudah menetapkan Bupati Bekasi periode 2017-2022 Neneng Hasanah Yasin (NHY) dan Direktur Operasional (DirOps) Lippo Group, Billy Sindoro (BS) sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta. Selain Neneng dan Billy, KPK juga menetapkan tujuh orang lainnya yakni, dua konsultan Lippo Group, Taryadi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), serta Pegawai Lippo Group, Henry Jasmen (HJ).
Kemudian, Kepala Dinas PUPR Bekasi, Jamaludin (J), Kepala Dinas Damkar Bekasi, Sahat MBJ Nahar (SMN), Kepala Dinas DPMPTSP Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) serta Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Bekasi, Neneng Rahmi (NR).
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Billy, Taryadi, Fitra dan Henry Jasmen disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara yang diduga menerima suap, Neneng, Jamaludin, Sahat, Dewi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Neneng mendapat pasal tambahan yakni diduga penerima gratifikasi dan disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.