REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama klub Persija Jakarta I Gede Widiade mendorong masyarakat untuk bereaksi jika menemukan dugaan atau bahkan bukti terjadinya praktik pengaturan skor dalam satu pertandingan. Masyarakat dikatakannya bisa membuat aduan ke pihak kepolisian.
"Kalau misalnya PSSI tidak berani, masyarakat saja yang membuat aduan," ujar Gede dalam diskusi yang digelar di Jakarta, Jumat (30/11).
Menurut Gede, dalam prosesnya, masyarakat dapat menggunakan skema "class action" untuk menumbangkan tindakan yang merugikan persepakbolaan Indonesia tersebut.
Terkait pengaturan skor (match fixing), Gede menyebut dirinya sudah biasa mendengarkan kabar adanya praktik tersebut. Akan tetapi, kasus demi kasus akhirnya tenggelam begitu saja setelah tidak ada usaha untuk membongkarnya lebih lanjut.
"Pengaturan skor sudah biasa terjadi, tetapi apakah ada buktinya? Malingnya sudah mengaku saja tidak ditangkap," tutur Gede.
Oleh karena itulah, Gede berharap kasus match fixing yang terjadi akhir-akhir ini menjadi momentum untuk menyelidiki kasus ini sampai ke akar-akarnya. Agar di masa depan kasus serupa tidak terulang atau minimal dapat dicegah sebelum terjadi.
Para pelaku dan semua yang terlibat dalam pengaturan skor harus dihukum dengan sanksi berat agar ada efek jera.
"PSSI harus melakukan tindakan seuai dengan regulasi. Kalau ada kesempatan laporkan saja ke polisi. Siapa yang mau masuk penjara dua atau tiga bahkan lima tahun. Pelaku itu ditahan saja pasti sudah takut, apalagi sudah divonis di pengadilan," tutur Gede.
Kasus pengaturan skor di liga Indonesia ramai dibicarakan masyarakat setelah tayangan bincang-bincang bertajuk "Mata Najwa" di salah satu stasiun televisi swasta membuka dugaan skandal pertandingan di Liga 2 Indonesia.
Para narasumber yang hadir dalam acara itu juga menyebutkan nama-nama orang yang diduga menjadi pengatur skor, di mana salah satunya adalah anggota komite eksekutif PSSI.
PSSI menyatakan sudah menyelidiki kemungkinan pengaturan skor tersebut. Jika menemukan fakta terjadi pengaturan skor, PSSI secara organisasi akan bertindak sesuai dengan pasal 72 bagian kesepuluh Kode Disiplin PSSI tahun 2018 tentang manipulasi hasil pertandingan secara ilegal.
Hukuman terberat dalam regulasi tersebut yaitu sanksi dilarang berkecimpung di dunia sepak bola dan denda paling tinggi Rp 500 juta.
Para pelaku pengaturan skor juga dapat dijerat dengan menggunakan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1989 tentang Tindak Pidana Suap. Jika merujuk ke regulasi ini, semua yang terlibat di pengaturan skor dapat dikenakan dipenjara jika terbukti melakukan suap untuk mengatur hasil akhir laga sepak bola.