REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Menghadapi musim penghujan, Kabupaten Indramayu rawan mengalami bencana banjir akibat luapan Sungai Cimanuk maupun anak-anak sungainya. Namun, belum semua desa memiliki personel untuk menanggulangi bencana tersebut.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Indramayu Edi Kusdiana mengungkapkan, saat musim hujan, debit air sungai Cimanuk akan melonjak drastis. Ironisnya, kondisi tersebut tidak diimbangi dengan kuatnya tanggul-tanggul sungai. Dikhawatirkan, tanggul yang kritis itu akan jebol karena tak kuat menahan tingginya debit air dan kuatnya arus air.
"Ada tujuh titik tanggul kritis sepanjang Bangkir hingga Waledan yang harus diwaspadai," ujar Edi, Ahad (2/12).
Untuk menghadapi ancaman itu, Edi menyatakan, kemampuan warga terkait kebencanaan semestinya ditingkatkan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Namun, sejauh ini BPBD memiliki keterbatasan mengembangkan desa siaga bencana.
"Anggarannya terbatas," tutur Edi.
Setiap tahun, BPBD Indramayu hanya mendapat anggaran untuk melatih dua desa saja. Karenanya, dari 317 desa di Kabupaten Indramayu, saat ini baru ada 12 desa siaga bencana yang terbentuk. Melalui pembentukan desa siaga bencana, warga di desa itu sudah mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan jika desanya terkena bencana.
Kendati pembentukan desa siaga bencana masih terbatas, lanjut Edi, namun BPBD telah melatih personel kebencanaan di 90 desa lainnya. Selain itu, personel BPBD pun terus siaga dan berkeliling untuk memantau indikasi-indikasi bencana di Kabupaten Indramayu.
Terpisah, peneliti lingkungan Indramayu Caya mengungkapkan, persoalan Cimanuk harus diselesaikan dari hulu ke hilir. Selama ini, penanganan persoalan tersebut baru dilakukan secara parsial.
"Harus ada upaya penanganan yang menyeluruh dan melibatkan berbagai instansi di semua daerah yang terkait," kata Caya.