Senin 03 Dec 2018 15:34 WIB

Luhut Bantah Indonesia Hidup dari Utang

Rasio utang RI dinilai masih tergolong rendah.

Luhut Binsar Panjaitan
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Luhut Binsar Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan membantah bahwa selama ini bangsa Indonesia hidup dari utang. Indonesia, kata Luhut, justru menjadi salah satu negara yang paling rendah untuk urusan utang.

"Jadi kita termasuk ke negara yang paling rendah untuk utang. Jadi kalau banyak yang bicara kita hidup dari utang itu tidak benar," kata Luhut dalam seminar Penguatan Kapasitas Pemimpin Indonesia Session 3 guna menghadapi perubahan era revolusi industri 4.0, bertema "Inovasi untuk Indonesia yang lebih baik" yang diselenggarakan Lemhannas, di Jakarta, Senin (3/12).

Ia menjelaskan, utang Indonesia digunakan untuk pembiayaan sektor-sektor produktif seperti pembangunan. Sementara itu, RI memanfaatkan sumber pendanaan lain untuk membiayai program-prgram masyarakat, baik dari pajak maupun penerimaan negara lainnya.

Menurut Luhut, utang yang ditanggung pemerintah saat ini dikelola dengan baik sehingga tidak membebani keuangan negara. Buktinya, Indonesia masih mampu menekan inflasi di bawah 4 persen - 3,5 persen. Ini merupakan pencapaian yang baik.

"Kita bisa menjadi contoh di emerging market karena kita mampu mengelola state budget kita sangat kredibel. Jadi kalau sekarang kita punya inflasi di bawah 4 persen, 3,5 persen, itu adalah satu achievment yang bagus karena selama 12 tahun terakhir ini kita tidak bisa pada posisi seperti itu," ucapnya.

Baca juga, Utang Luar Negeri Indonesia, Naik 42 Persen.

Luhut juga menjelaskan, rasio utang RI masih tergolong rendah karena hanya sekitar 29 persen dari GDP nasional. Angka tersebut jauh dari angka yang ditentukan yakni 60 persen.

Tak hanya itu, Luhut menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah berjalan lebih bagus jika dibandingkan negara lain di dunia. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup diapresiasi oleh Bank Dunia dan IMF.

Kemudian alasan selanjutnya, Indonesia memiliki gross domestic product (GDP) yang cukup besar, di sekitaran angka 1,1 triliun dolar AS. Selain itu, ada pula kebijakan tax amnesty yang berdampak pada meningkatnya rasio penerimaan pajak nasional.

Luhut menjelaskan, tax rasio RI untuk pertama kalinya ada di angka 12,1 persen di tahun ini. Intinya kata Luhut, penerimaan negara dari pajak meningkat karena orang yang membayar pajaknya bertambah.

"Kenapa bertambah, karena itu akibat dari tax amnesty. Kita berharap, dalam 2-3 tahun ke depan tax rasio kita akan bisa 15 persen. Artinya kalau 15 persen dari 16.000 triliun GDP kita itu kira kira kita akan bisa menerima mungkin lah Rp 2.400 triliun," tutur Luhut.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement