Rabu 05 Dec 2018 18:34 WIB

Pigai: Warga Papua Suka Daerahnya Dibangun Jalan, Tetapi...

Ada 19 pekerja PT Istaka Karya dibunuh oleh kelompok kriminal separatis bersenjata.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Ambulans TNI meninggalkan hanggar helikopter Bandara Mozes Kilangin Timika saat evakuasi jenazah Serda Handoko setibanya di bandara tersebut, Papua, Rabu (5/12/2018).
Foto: Antara/Evarianus Supar
Ambulans TNI meninggalkan hanggar helikopter Bandara Mozes Kilangin Timika saat evakuasi jenazah Serda Handoko setibanya di bandara tersebut, Papua, Rabu (5/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis HAM Papua, Natalius Pigai menilai pembunuhan terhadap 19 pekerja PT Istaka Karya tidak ada kaitannya dengan rasa suka-tidak suka masyarakat Papua terhadap pembangunan jalan Trans Papua. Menurutnya, soal pembangunan jalan, tentu masyarakat di sana menyukai kebijakan tersebut.

"Pembangunan ruas jalan itu masak siapa yang tidak suka, pastilah suka. Tetapi ketidaksukaan itu adalah karena ada keterlibatan TNI Angkatan Darat itu," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (5/12).

Menurut Pigai, pembunuhan tersebut berkaitan dengan keterlibatan tentara TNI AD dalam pembangunan ruas jalan yang menghubungkan Wamena dan Nduga. "Kalau tentara yang bangun, pasti pembangunannya akan terganggu. Makanya terjadi peristiwa ini. Karena saya tahu, (keterlibatan TNI AD) ini sangat berbahaya. Jangan main-main. Ini daerah pedalaman," ujarnya.

Pigai menjelaskan, bahaya tersebut bukan terhadap tentara melainkan karyawan yang mengerjakan pembangunan. Sebab, karyawan di sana akan dianggap sebagai bagian dari TNI AD, atau sebagai mata-mata mereka.

"Tentara mah punya senjata, tapi kan karyawannya itu yang bisa kena bahaya, apalagi di daerah pedalaman," paparnya.

Pigai mengaku sudah memperingatkan pemerintah saat akan melibatkan TNI dalam pembangunan jalan Trans Papua di ruas jalan Wamena-Nduga. Sejak Orde Baru sampai era reformasi, kata dia, tentara pun tidak pernah ikut membangun jalan di Papua.

Menurut Pigai, sebetulnya Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak menyerang warga sipil. Dia menjelaskan, di Papua itu banyak warga pendatang, mulai dari Jawa hingga Sumatra. Warga sipil ini akrab bergaul dengan orang-orang OPM.

Namun, papar Pigai, karena OPM menilai bahwa ruas jalan yang menghubungkan antara Wamena dan Nduga itu dibangun oleh tentara, maka semua yang mengerjakan jalan tersebut dianggap bagian dari militer atau kelompok yang sedang memata-matai. "Dan mereka (OPM) yakin mereka menjalankan spionase karena jalan itu dibangun oleh TNI Angkatan Darat. Ya mereka (OPM) eksekusi itu," jelas dia.

Diketahui, PT Istaka sendiri mendapat 41 proyek pembangunan di kawasan jalan trans Papua, termasuk jembatan di kali Yigi dan kali Aurak, Distrik Yall. OPM pada Ahad (2/12) menyerang karyawan PT Istaka dan membunuh mereka baik yang ada di Kali Yigi maupun Kali Aurak, Distrik Yall, Kabupaten Nduga. Aparat gabungan TNI/Polri saat ini sedang berupaya mengevakuasi jenazah para korban dari kali Yigi dan sekitar Gunung Tabo.

Pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) atau dikenal juga dengan TPN/OPM mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan pekerja di Kabupaten Nduga pada Ahad (2/12) lalu. Aksi itu disebut telah direncanakan melalui pengintaian sejak tiga bulan lalu.

“Panglima Daerah Militer Makodap III Ndugama bertanggung jawab terhadap penyerangan sipur pekerja jembatan Kali Aworak, Kali Yigi, dan Pos TNI Distrik Mbua,” kata Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom dalam lansiran yang dikirimkan ke Republika, Rabu (5/12).

[video] Masyarakat Papua tak Ada yang Menolak Pembangunan

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement