Kamis 06 Dec 2018 07:55 WIB

Kampung Terate Langganan Banjir Tahunan

Dulu, banjir di Kampung Terate bisa berlangsung hingga sepekan

Rep: Sri Handayani/ Red: Bilal Ramadhan
Banjir menggenangi sebuah rumah. (ilustrasi)
Foto: Reuters/Jorge Adorno
Banjir menggenangi sebuah rumah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah sungai kecil tampak mengalir di Kampung Terate, Cakung, Jakarta Timur. Tak seperti kali-kali lain di Jakarta yang umumnya dibeton, sungai ini tampak alami. Namun, jika masuk lebih dalam ke Kampung Terate, kita bisa melihat fenomena lain.

Di satu sisi sungai tampak tembok memanjang yang merupakan batas Kampung Terate dan sebuah perusahaan swasta. Di sisi lain, sungai itu berbatasan langsung dengan tembok-tembok rumah warga.

Iwan Rusnanda tinggal di salah satu rumah di bantaran sungai tersebut. Ia menyebut kali tersebut dengan Kali Item. Ketika Republika melintasi rumahnya, ia tampak sedang merapikan barang-barangnya.

Di salah satu sudut terlihat kertas-kertas karton bekas kardus menumpuk. Baju-baju basah tergantung. Kasur yang basah sedang dijemur. Sebuah kulkas masih berada di luar rumah.

"Ini masih dirapikan karena semalam banjir," kata Iwan kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Iwan mengajak Republika masuk ke rumahnya. Ketiga anaknya yang tengah menonton televisi. Lantai rumah itu masih lembab. Dari situ, ia mengajak masuk ke ruangan yang lain. Sebuah kasur tampak di atas dipan yang didesain agak tinggi. Di dekatnya terdapat sebuah lemari yang isinya telah dikosongkan di bagian bawah.

Kami masuk lagi ke bagian belakang. Di sana, istri Iwan, Nani sedang mencuci baju. Cuciannya menumpuk karena banyak baju basah akibat banjir. "Ini sudah sering. Tapi tetap saja capek harus selalu ngerapiin. Ini piring habis dicuci, kemarin kotor lagi, harus nyuci lagi," keluh Nani.

Iwan menceritakan, hujan deras mengguyur Kampung Terate, Selasa (3/12) lalu. Saat hujan, terjadi genangan, namun tidak begitu tinggi. Namun, setelah hujan berhenti, air dengan cepat naik hingga melebihi satu meter.

Dengan cepat mereka menyelamatkan barang-barang. Sebagian diungsikan ke lantai dua rumah tetangga mereka. Kasur berukuran 'queen' diletakkan terbaring dengan disangga empat buah kursi. Di atasnya, mereka menaruh baju-baju.

Sayangnya, air semakin tinggi. Kasur pun mengapung, miring, lalu baju-baju mereka pun masuk ke air. Iwan telah tinggal di Kampung Terate selama dua tahun terakhir. Ia sadar, tempat ini berisiko dilanda banjir setiap musim penghujan. Namun, ia tak menyangka banjir yang datang akan begitu tinggi. Ia juga tak punya pilihan lain.

Iwan dulu tinggal di daerah Pegangsaan. Harga tanah di Kampung Terate dinilai masih terjangkau. Saat ini ia menyewa lima petak ruang untuk tinggal bersama istri dan ketiga anaknya.

Di sini, ia menjalankan pekerjaannya sebagai petugas kebersihan di RW 02, 04, 05, dan 06. Kelima petak itu hanya disewa Rp 1,1 juta per bulan. Pria berjambang itu sempat berkaca-kaca mengenang kehidupannya dulu. Ia mengaku pernah menjadi pengusaha nilam dengan proyek miliaran rupiah. Namun, ia harus menghentikan usahanya lantaran terkendala modal.

Kini, di masa tuanya, ia ingin mengabdi kepada negara dengan membersihkan sampah para tetangga. Ia berharap pemerintah memberikan jaminan kepada warga DKI sehingga bisa mendapatkan tempat tinggal yang aman dan layak.

Dua warga Kampung Terate lainnya, Ediyanto dan Kasmuri, tampak sedang bercengkerama sambil memeriksa motor. Di belakang mereka, air Kali Item tampak mengalir kecokelatan.

Edi berasal dari Jombang, jawa Timur, sementara Kasmuri dari Brebes, Jawa Tengah. Enam tahun lalu, mereka digusur dari kampungnya di Pegangsaan. Dengan ganti rugi yang tidak seberapa, mereka pun membeli tanah di Kampung Terate.

Pindah dari bantaran kali yang satu ke bantaran kali yang lain, mereka menghadapi banjir di setiap musim penghujan. Edi dan Kasmuri membangun rumah semi permanen dua lantai.

Musim penghujan menjadi masa paling merepotkan. Mereka harus siap siaga untuk menaikkan dan menurunkan barang-barang setiap saat. Jika tak siap, misalnya ketika semua anggota keluarga bekerja, mereka harus ikhlas melihat barang-barang berharga mengapung.

"Ini kemarin kasur dua hanyut, karena dua-duanya kerja," kata Edi.

Edi dan Kasmuri telah tinggal di Kampung Terate selama enam tahun. Mereka mengaku telah terbiasa menghadapi banjir. Bahkan, kondisi saat ini telah membaik. Dua tahun lalu, banjir bisa lebih tinggi. "Dulu banjir bisa terjadi hingga sepekan," tutur dia.

Berbeda dengan ketiga warga lain yang baru tinggal beberapa tahun, Yudi Jambak mengaku telah menempati rumah di Kampung Terate selama 36 tahun. Menurut Yudi, sungai di Kampung Terate memang sering meluap, namun tak setinggi sekarang.

Ia menduga pabrik-pabrik di sekitar kampung memiliki peran penting yang menyebabkan banjir semakin tinggi. "Kalau kanan kiri tinggi (bangunannya), ya sudah warga yang jadi korbannya," kata Yudi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement