REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada awal abad pertengahan, Pax Islamica menjadi dasar bagi masa emas perekonomian. Saat itu, kegiatan ekonomi dan perdagangan melibatkan pedagang Arab, Persia, Berber, Yahudi, dan Armenia.
Para pedagang melakukan kegiatan perdagangan dari Gibraltar atau Jabal Tariq hingga ke Laut Cina. Saat itu, orang-orang Eropa masih terbatas geraknya. Mereka hanya mampu melakukan perjalanan dan perdagangan sepanjang Adriatik, wilayah selatan Italia, dan di antara pulau-pulau yang ada di Kepulauan Yunani. Beberapa abad kemudian, warga Italia baru bisa mencapai Mediterania.
Dengan maraknya kegiatan perdagangan itu, umat Islam dahulu mampu menggerakkan perekonomian dan pengumpulan modal melalui aktivitas ekonomi dibandingkan Eropa. Sebab, pertanian dan perdagangan telah lebih dulu mengalami kemajuan pesat di dunia Islam.
Meski perekonomian dan perdagangan tak secara signifikan mengubah struktur masyarakat Islam, aktivitas itu diakui telah memberikan dampak bagi terjadinya akumulasi modal. Tentu saja, pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah kekuasaan Islam.
Sejumlah kota menjadi pusat ekonomi dan dagang. Pada abad-abad awal, Baghdad menjadi salah satu pusat kedua kegiatan itu. Bahkan, aktivitas ekonomi di kota tersebut memberikan pengaruh besar bagi kota-kota lainnya.
Saat mencapai abad ke-10, pusat kegiatan perdagangan mulai beralih, yaitu dari Irak dan Teluk Persia ke Laut Merah, Mesir, dan pelabuhan-pelabuhan di Semenanjung Arabia. Akhirnya, Kairo menggantikan Baghdad sebagai pusat aktivitas perekonomian.
Peralihan ini beriringan dengan semakin kuatnya kekuasaan Dinasti Fatimiyah di wilayah Mediterania, khususnya di Sisilia, Tunisia, dan Suriah. Persentuhan Mesir dengan Eropa diwakili oleh para pedagang dari keluarga Karimi yang muncul pada abad ke-11.