REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Di zaman keemasan Islam, kaum Muslimin mendominasi perdagangan. Semakin maju zaman, Muslimin justru mulai meninggalkan perdagangan.
Lihatlah sekarang ini, perdagangan dunia justru dikuasai non-Muslim. Menurut catatan Organisai Kerjasama Islam (OKI), dalam buku Menuju Tata Baru Ekonomi Islam kegiatan perdagangan sesama negeri Muslim hanya 12 persen dari jumlah perdagangan negara-negara Islam.
Alhasil, banyak ekonomi negeri Muslimin yang jatuh. Muslim tertinggal dengan bangsa lain dalam segi kemajuan ekonomi. Padahal, banyak ayat Alquran yang membahas perdagangan. Rasulullah pun sangat menganjurkan berdagang.
Menurut Pakar Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr Hendra Kholid MA, sistem ekonomi syariah yang dipelajari modern kini telah ada sejak zaman Rasulullah. Jika menilik gaya bisnis Rasulullah, ialah sang bapak entrepreneur.
Menurut Ketua DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Agustianto dalam artikelnya, Muslimin saat ini perlu menengok bangsa Arab, terutama kaum Quraisy yang merupakan nenek moyang Rasulullah. Mereka mampu menjadi pemain global dengan segala keterbatasan sumber daya alam di negeri. Kemampuan tersebut pun digambarkan Allah dalan surah Quraisy.
Contoh yang paling dekat dengan kemampuan dagang yang dilukiskan Alquran saat ini, kata Agustianto, mungkin terdapat pada Singapura atau Hong Kong. Negeri tersebut amat miskin sumber daya alam, tetapi mampu menggerakkan dan mengontrol alur ekspor di regional Asia Tenggara dan pasifik.
“Bagaimana dengan Indonesia yang luas salah satu provinsinya (Riau) 50 kali Singapura, dengan potensi ekspor dan sumber daya alam yang ribuan kali lipat? Mungkin, kita harus bercermin pada Alquran yang selama ini kita tinggalkan untuk urusan bisnis dan ekonomi,” ujarnya.