Jumat 14 Dec 2018 07:37 WIB

Kembangan Utara Banjir Lagi

Penyebab utama banjir di Jakarta diduga karena ruang terbuka hijau yang minim

Rep: Mimi Kartika/Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Pengendara motor melintasi genangan air saat terjadi banjir di kawasan Mampang, Jakarta, Kamis (13/12).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengendara motor melintasi genangan air saat terjadi banjir di kawasan Mampang, Jakarta, Kamis (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelurahan Kembangan Utara, Kecamatan Kembangan Jakarta Barat terdampak banjir hingga setengah meter akibat terhentinya normalisasi Kali Angke. Lurah Kembangan Utara Edi Sukarya membenarkan terdapat genangan di Kampung Pondok Cabe RT 07/01 karena belum selesainya normalisasi pembangunan sheet pile atau dinding turap beton di sebagian Kali Angke.

"Memang salah satu penyebabnya air dari Kali Angke, dikarenakan 50 meter belum di sheet pile," kata Edi, Kamis (13/12).

Edi memaparkan, status Kali Angke Hulu mencapai siaga III dan pada kawasan sepanjang 50 meter di Kali Angke Hulu belum dipasang dinding turap beton. Hal tersebut menyebabkan air mengalir deras menggenangi wilayah Kelurahan Kembangan Utara dari Rabu malam hingga Kamis dini hari, hingga meluber ke pemukiman penduduk.

Banjir tercatat pada ketinggian air 50 sentimeter pada pukul 05.20 WIB dan perlahan surut hingga sepuluh sentimeter pukul 07.30 WIB. Sembilan keluarga terdampak akibat banjir tersebut dan sempat mengungsi di RPTRA Kembangan Utara.

Edi mengatakan untuk sementara pihaknya sedang mengajukan usulan untuk memproses pembebasan lahan peruntukan sheet pile untuk mengurangi dampak meluapnya anak Kali Angke.

Sebaliknya, Camat Cengkareng Jakarta Barat Masud Effendi membantah wilayahnya terdampak genangan akibat luapan Kali Angke Hulu, meski terdapat genangan pada satu kawasan. "Enggak, enggak ada luapan Kali Angke. Memang ada genangan, tapi cepat surut," kata Masud.

Masud menjabarkan bahwa wilayah yang terdampak genangan adalah kawasan RW 04 Kelurahan Cengkareng Barat. Ia mengatakan genangan tersebut berasal dari air hujan buangan Kali Mookevart. Namun genangan hanya terjadi selama dua jam saja, kemudian surut kembali.

"Cepat surut, begitu hujan selesai udah turun lagi. Kemarin kan juga PPSU di situ dari arah Rawa Buaya ke Dharma Wanita," ujar dia.

Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, pintu Air Angke Hulu per pukul 19.00 WIB, Rabu (12/12), meluap mencapai level 225 sentimeter atau Siaga III Waspada, dan mengimbau agar delapan kelurahan di Jakarta Barat untuk bersiap mengantisipasi datangnya aliran air. Delapan kelurahan yang dimaksud, antara lain, Rawa Buaya, Cengkareng Timur, Cengkareng Barat, Kembangan Utara, Kedoya Utara, Duri Kosambi, Kapuk dan Kedaung Kaliangke.

Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Barat Imron Syahrin mengatakan normalisasi Kali Angke terganjal masalah pembebasan tanah sengketa hingga pemasangan sheet pile atau dinding turap beton pada sebagaian bantaran kali tersendat.

"Iya, itu tanahnya milik PT Sari Kebon Jeruk Mas. Nah sekarang tanahnya sengketa, perusahaannya juga sudah bubar (bangkrut, red)" kata Imron.

Imron mengatakan untuk sementara ini pihaknya tidak bisa melakukan konsinyasi ke pengadilan untuk melakukan pembebasan lahan di bantaran Kali Angke. Selain itu, ia mengungkapkan kondisi tersebut membuat normalisasi Pos Angke Hulu sudah sejak lama belum terlaksana.

Begitu juga masalah yang sama terhadap normalisasi Kali Semongol, Kali Pesanggrahan dan Kali Sekretaris. "Kita enggak bisa berbuat banyak, pengadilan harus turun tangan," ujar dia.

RTH Minim

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menilai, penyebab utama banjir di Jakarta karena ruang terbuka hijau (RTH) belum dipenuhi. Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak secara signifikan mengupayakan pemenuhan RTH.

"Memang upaya yang dilakukan sama pemerintah saat ini tidak secara signifikan karena penyebab utama itu tidak dilakukan yakni pemenuhan ruang terbuka hijau," ujar Tubagus saat dihubungi Republika, Kamis (13/12).

Menurut dia, Pemprov Jakarta tidak memiliki arah yang jelas mengenai pemenuhan RTH di Jakarta. Padahal RTH dapat berfungsi sebagai serapan air yang bisa mencegah banjir. Tubagus mengatakan, Pemprov tidak tegas dalam menindak kawasan-kawasan yang selama ini beralih fungsi.

Ia menjelaskan, beberapa kawasan yang seharusnya berfungsi sebagai RTH justru didirikan bangunan. Menurut Tubagus, kebanyakan bangunan itu menjadi pusat-pusat industri, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan permukiman mewah.

Ia menyebut, pada tahun 1965, rencana tata ruang Jakarta mempunyai 35 persen ruang terbuka hijau. Akan tetapi, jumlah itu terus menurun bahkan saat ini tidak mencapai 10 persen. Hal inilah yang harus dipikirkan pemerintah untuk mengembalikan target memenuhi angka RTH tersebut.

"Ini yang menjadi persoalan, targetnya untuk memenuhi 35 persen kita sudah tidak ada lokasi, yang ada pemerintah melakukan penggusuran dan lain-lain, saya kira itu tidak tepat," kata Tubagus.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement