REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penyelidikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara yang cukup besar atas aktivitas PT Freeport Indonesia (FI) di Papua. Jumlah kerugian tersebut kata BPK wajib dibayarkan oleh Freeport pasca mereka menandatangani perubahan dari KK menjadi IUPK.
Anggota IV BPK RI, Rizal Djalil menjelaskan jumlah denda yang harus dibayarkan oleh Freeport sebesar 1,6 juta dolar AS yang terdiri dari permasalahan kekurangan penerimaan negara berupa PNBP dan kelebihan pencairan jaminan reklamasi.
Selain itu karena PTFI memakai lahan milik negara seluas 4,5 ribu hektare tanpa izin, maka Freeport juga perlu membayar denda karena juga turut merusak lingkungan sebesar Rp 460 miliar.
"Mereka wajib membayar itu setelah melakukan tandatangan. Sesuai aturan yang ada mereka mendapatkan tenggat waktu paling lambat 24 bulan sejak penandatanganan alih kontrak," ujar Rizal di Gedung BPK, Kamis (19/12).
Rizal juga menjelaskan Kementerian ESDM dan Kementerian LHK sudah membuat pembaharuan regulasi terkait dengan pengelolaan usaha jasa pertambangan sesuai dengan rekomendasi BPK, sehingga potensi penyimpangan pada masa yang akan datang dapat dicegah dan tidak terjadi kembali.
"BPK sangat menghormati dan mengapresiasi kebijakan Presiden Republik lndonesia terkait proses divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia sesuai dengan hasil rapat terbatas tentang percepatan divestasi saham PT Freeport Indonesia tanggal 29 November 2018," ujar Rizal.