REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abdullah Aziz Sayman, seorang teman Muslim berusia 24 tahun, menginginkan agama yang benar. Sayman kembali setelah bertemu seseorang dari Cape Town, Afrika Selatan, yang memberitahunya tentang Nabi Muhammad SAW dan Islam.
"Awalnya saya hanya mendengarkan saat dia mengatakan kepada saya bahwa umat Islam mengonsumsi makanan halal. Apa yang dia katakan dan apa yang saya lihat membuat saya bahagia. Semuanya sangat menyenangkan."
Umat Islam seharusnya hanya makan daging dari ternak yang disembelih dengan pisau tajam, dengan menyebut nama Allah. Kini barang dan jasa lainnya juga bisa disertifikasi halal, termasuk kosmetik, pakaian, farmasi dan jasa keuangan.
Seperti orang tua Kazombiaze, Abdullah berdiri kagum pada pilihan putra mereka, meski sama sekali tidak tahu tentang Islam. Pendapat mereka telah berubah selama bertahun-tahun karena anak mereka menjelaskan agama tersebut kepada mereka.
"Islam telah membuat dampak positif," kata Abdullah. Tapi tantangan utama tetap ada. Suara-suara Muslim hampir tidak terdengar saat penganut agama lain menayangkan siaran radio, televisi, dan kolomkolom tulisan di surat kabar.
Sementara agama menyerukan untuk keluar dan menyebarkan firman Tuhan di mana pun. Sementara umat Islam di Namibia hanya menunjukkan geliatnya di masjid.
Mengapa belum ada media massa Muslim? "Pertanyaan yang bagus," jawab Imam Ali. Dia mengatakan bahwa memulai sebuah majalah atau surat kabar memerlukan biaya dan untuk itu bantuan pengusaha Muslim sangat dibutuhkan dan memakan waktu lama.