Rabu 09 Jan 2019 17:00 WIB

KPK yang tak Pernah Sepi dari Teror

Istana menyerahkan masalah ini ke pihak kepolisian.

Rep: Dian Fath Risalah/Umar Mukhar/Muhyiddin/Dessy Suciati Saputri/Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Logo KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang perjalanannya, anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), baik penyidik, pimpinan, pegawai, maupun keluarga pegawai kerap mendapatkan teror. Baik teror dalam bentuk fisik, maupun teror yang menyerang psikologis, seperti ancaman.

Terakhir, pada Rabu (9/1) dini hari, dua rumah pimpinan KPK, yaitu rumah Ketua KPK Agus Rahardjo di Bekasi dan rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Kalibata dilempar bom molotov. Polisi masih terus mengusut kasus ini.

Sebelum teror di rumah pimpinan KPK, tercatat ada beberapa teror yang dialamatkan kepada keluarga besar KPK. Yang paling terkenal adalah teror kepada penyidik senior KPK, Novel Baswedan, pada 11 April 2017 lalu. Akibat teror tersebut, mata Novel mengalami kerusakan hingga saat ini akibat air keras yang disiram oleh pelaku.

Sebelum Novel, penyidik KPK Afif Julian Miftah juga pernah merasakan teror pada 2015 lalu. Rumahnya diletakkan kotak mirip bom yang isinya lilitan dan dibungkus lakban, kemudian ban serta mobil Afif digemboskan dan disiram air keras hingga membuat bodi mobil itu rusak.

Pada tahun yang sama, wakil ketua KPK saat itu, Bambang Widjojanto, pernah mengungkapkan ada beberapa penyidik dan pegawai KPK yang mengalami teror. Bahkan, teror juga menyerang anggota keluarga mereka.

Selain itu, mantan ketua KPK periode 2007-2009, Antasari Azhar, pada 2017 lalu juga pernah mengungkapkan bahwa pada 2009 dia pernah didatangi seseorang dan mengintimidasinya supaya tidak melakukan tindakan hukum kepada seseorang.

Menanggapi hal ini, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Zaenal Arifin Mochtar mengatakan, penyerangan terhadap dua pimpinan KPK merupakan ujian bagi penegak hukum. Ia menilai, teror ini masih berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani lembaga antirasuah tersebut.

"Apakah pasti berkaitan perkara, saya tidak bermaksud memastikan. Tapi, sangat mungkin berkaitan dengan aktivitas KPK," kata Zaenal dalam pesan singkatnya, Rabu (9/1).

Ia pun menyayangkan tidak adanya perlindungan terhadap perkerja antikorupsi sampai saat ini. "Memang kita tak punya. Seharusnya, perlindungan terhadap pekerja antikorupsi harusnya ada," ujarnya.

photo
Pelemparan Molotov Rumah Laode. Rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pascapelemparan bom molotov di Kalibata, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

Sementara, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz memandang teror yang ditujukan pada KPK masih bakal terjadi. Sebab, kasus serupa pada lembaga antirasuah tersebut tak pernah menemui titik terang.

Ia mendata sejumlah teror pernah mengarah ke KPK. Pada 2008 gedung KPK sempat memperoleh ancaman bom. Teror serupa pernah mengancam KPK pada tahun selanjutnya. Terakhir, Penyidik KPK Novel Baswedan mengalami teror penyiraman air keras di depan rumahnya sendiri pada April 2017.

"Saya ingat teror 2008 peletakan bom di gedung itu, teror penyidik KPK disiram air keras itu tidak terungkap. Ini akan terus menjadi teror kalau pelaku teror itu tidak pernah terungkap secara hukum," katanya di kantor ICW pada Rabu (9/1).

Ia menganggap teror pada pimpinan KPK jadi bukti bahwa KPK tengah bekerja serius. Ia berharap, teror tak menghentikan langkah KPK memberantas korupsi.

"Teror ini bukti KPK bekerja, kalau enggak bekerja enggak akan ada teror untuk apa orang meneror, teror kan dalam kondisi ada yang terancam terganggu terusik," ujarnya.

Ia menekankan, kepolisian dan internal KPK wajib menempuh segala cara guna mengungkap pelaku utama teror tersebut. Ia merasa KPK perlu melakukan kajian internal. Tujuannya, menyelidiki potensi penyebab teror penyerangan di rumah dua pimpinannya.

"Dari segi eksternal polisi bekerja, tapi internal penting lakukan assesment di mana pemicu teror apakah terkait perkara tertentu atau tidak," ujarnya.

Ia mengakui, teror pada pimpinan KPK memunculkan beragam spekulasi. Menurutnya, teror berpeluang berkaitan dengan kasus-kasus yang tengah berjalan atau yang masih dalam tahapan penyelidikan.

"Untuk menghindari banyak spekulasi dan giringan politik butuh kerja cepat dari penegak hukum untuk bongkar kasus ini khususnya kepolisian. Sehingga, menghindari spekulasi politik keamanan dalam negeri sampai penegakan hukum di kasus ini," tuturnya.

Baca juga:

Polisi Selidiki Pasien Koma 10 Tahun Tiba-Tiba Melahirkan

Doa Rasulullah untuk Abdurrahman bin Auf

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement