REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meminta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) segera memproses kotak hitam cockpit voice recorder (CVR) Lion Air PK-LQP. Data dari perekam suara kokpit itu mesti secepatnya diteliti untuk mengetahui penyebab pasti kecelakaan Lion Air rute Jakarta-Tanjung Pinang yang jatuh pada akhir Oktober 2018.
Kotak hitam CVR ditemukan di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin (14/1) pagi. Lokasi CVR tak jauh dari kotak hitam flight data recorder (FDR) atau perekam data penerbangan yang lebih dulu ditemukan pada 1 September 2018.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, penemuan kotak hitam CVR dapat menjadi kunci jawaban atas misteri jatuhnya Lion Air. "Karena itu, saya berharap KNKT dapat bergerak cepat untuk mengambil langkah penyelidikan CVR," kata Budi, Senin (14/1).
Budi menyatakan, semua pihak sangat menantikan KNKT untuk segera mengungkap penyebab terjadinya kecelakaan Lion Air. Selain itu, rekomendasi dari hasil penyelidikan juga penting sebagai langkah evaluasi maskapai penerbangan.
Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo menegaskan, KNKT akan secepatnya memproses CVR. CVR akan diproses di fasilitas black box milik KNKT melalui proses pengeringan, pembersihan, dan selanjutnya pengunduhan.
"Data yang diperoleh dari CVR diharapkan akan melengkapi data investigasi KNKT," ujar Nurcahyo.
Investigator KNKT Ony Soerjo Wibowo mengungkapkan, CVR yang ditemukan di kedalaman 30 meter masih dalam kondisi relatif baik. Dengan kondisi tersebut, pengunduhan data CVR tak akan membutuhkan waktu lama.
"Mudah-mudahan proses pengunduhan data hanya sekitar satu jam. Mudah-mudahan kita berhasil," kata Ony.
Dia berharap upaya pengunduhan data CVR berjalan lancar sehingga KNKT bisa segera menginformasikan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air kepada masyarakat.
Ony mengatakan, proses pencarian CVR tak menjadi tantangan sendiri bagi tim KNKT. Sebab, kondisi CVR tersebut sudah terlepas dari unit aslinya dan baterai ULB yang biasa menempel pada CVR pun sudah terlepas. Hal itu menyebabkan bunyi "ping" dari CVR melemah sehingga lokasinya sulit terdeteksi.
Pengamat penerbangan Alvin Lie menjelaskan, penemuan CVR Lion Air sangat penting dan mampu menjadi pelengkap dari instrumen investigasi penyebab kecelakaan Lion Air. Alvin menjelaskan, CVR akan melengkapi data analisis yang sebelumnya sudah dipegang oleh KNKT melalui FDR.
"CVR mengungkap apa yang terjadi di kokpit, suara koordinasi, suara alarm, suara pengumuman yang akan melengkapi data-data," ujar Alvin.
Data lengkap dari CVR dan FDR akan menjadi landasan KNKT dalam mengeluarkan rekomendasi dan secara utuh mendeteksi apa yang terjadi dan menjadi penyebab kecelakaan. Dengan begitu, analisis yang dilakukan KNKT lebih komprehensif. Tujuan akhirnya, kata dia, adalah mengeluarkan rekomendasi pencegahan agar kecelakaan tidak terjadi.
Menurut dia, data CVR bisa dibuka dalam hitungan hari. Namun, proses analisisnya membutuhkan waktu hingga belasan bulan.
Pencarian kotak hitam CVR sempat dihentikan. Namun, sejak Selasa (8/1), KNKT melanjutkan pencarian dengan menggandeng Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal). Penyelam yang berhasil menemukan CVR tersebut adalah Serda Ttg Satria Margono.
Kapushidrosal Laksda TNI Harjo Susmoro menjelaskan, KRI Spica-934 awalnya telah mengetahui titik koordinat lokasi CVR. Setelah koordinat dipastikan, tim penyelam dari Dislambair Koarmada I sebanyak 18 orang lengkap dengan peralatan scuba dan tiga orang dari Kopaska melaksanakan penyelaman di lokasi itu. Kemudian, pada pukul 08.40 WIB, penyelam atas nama Serda Ttg Satria Margono berhasil menemukan CVR tersebut.
Pushidrosal mengerahkan KRI Spica-934 yang diberangkatkan dari Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) 2 Pelabuhan Tanjung Priok pada Selasa (8/01). KRI Spica-934 memiliki peralatan bawah air dengan teknologi canggih dan dilengkapi alat, seperti multibeam echosounder (MBES), sub-bottom profiling (SBP), magnetometer, side scan sonar, serta peralatan lainnya yang mampu mendeteksi sinyal CVR.
"Selain peralatan tersebut, KRI Spica-934 juga membawa ABK sebanyak 55 orang, personel KNKT 9 orang, penyelam TNI AL 18 orang, serta ilmuwan sebanyak 6 orang," Harjo menjelaskan.
Panglima Koarmada I, Laksamana Muda TNI Yudo Margono, mengatakan, kotak hitam CVR berada di radius 10 meter dari lokasi ditemukannya FDR. Yudo menjelaskan, pencarian CVR yang lokasinya ternyata tak jauh dari tempat ditemukannya FDR, cukup memakan waktu karena CVR sudah masuk ke dalam lumpur.
Sementara itu, kotak hitam FDR saat ditemukan tidak begitu masuk ke dalam lumpur seperti CVR. "CVR berada di kedalaman 30 (meter)," kata dia.
(rahayu subekti/intan pratiwi/ronggo astungkoro/gumanti awaliyah ed: satria kartika yudha)