Rabu 16 Jan 2019 18:08 WIB

Pertamina-Bukit Asam akan Bangun Pabrik Gasifikasi Batu Bara

Pabrik gasifikasi batu bara ini akan muali dibangun pada akhir Maret 2019

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Tambang batu bara Bukit  Asam
Tambang batu bara Bukit Asam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) bersama PT Bukit Asam, Tbk (PTBA) menggandeng perusahaan asal Amerika, Air Product, untuk membangun pabrik gasifikasi batu bara di Pranap, Riau. Proyek ini rencananya akan mulai dibangun pada akhir Maret 2019.

Menteri BUMN, Rini Soemarno menjelaskan proyek gasifikasi batu bara ini memiliki dua manfaat. Pertama, dengan adanya pabrik gasifikasi batu bara ini bisa mengurangi ketergantungan impor elpiji oleh Pertamina.

Baca Juga

Ia menjelaskan selama ini 70 persen bahan elpiji harus diimpor oleh Pertamina. "Jadi saya minta tim Pertamina untuk dipelajari apakah betul bisa digantikan. Memang akan ada perombakan, tapi itu sangat minim. Tutupnya lebih kecil aja. Ini nanti bisa 100 persen diolah menjadi Dimethyl Ether (DME), jadi kita nggak usah impor. Nah, kalau kita bisa teknologi ini, maka bisa pakai batu bara maka bisa menghemat cost kita," tutur Rini di Hotel Hyatt, Rabu (16/1).

Rini juga menjelaskan manfaat gasifikasi ini bukan hanya ke Pertamina saja, tetapi juga untuk Bukit Asam. BUMN yang memproduksi banyak batu bara ini akan lebih efisien kedepan.

Sebab, gasifkasi batu bara ini hanya memerlukan batu bara kalori rendah, atau kalori 3.000 kebawah yang selama ini selalu terbuang dan tidak bisa terserap.

"Jadi, batu bara kita yang berkalori rendah kan nggak terserap, selama ini hanya dimanfaatkan di mine mouth. Nah ternyata selama ini ada teknologi yang bisa mengubah batu bara ini menjadi gas," ujar Rini.

Saat ini ketiga perusahaan sedang melakukan studi kelayakan dari proyek ini. Direktur Utama Bukit Asam, Arviyan Arifin menjelaskan studi kelayakan atau feasibility study (FS) akan dimulai awal Februari 2019 dan ditargetkan proyek ini akan groundbreaking pada akhir Maret 2019.

"Kami saat ini FS dulu, lalu nanti kami buat JV yang melibatkan Pertamina, Air Product. JV ini nanti akan ada dua perusahaan, untuk spesialis di upstream dan downstream. Semoga akhir maret atau april sudah mulai groundbreaking," ujar Arviyan.

Untuk membangun pabrik ini, Arviyan menjelaskan perusahaan membutuhkan waktu 18-24 bulan masa kontrusksi. Ia mentargetkan pada semester satu tahun ini sudah bisa dimulai masa konstruksi. Maka, akhir 2021 mendatang pabrik ini sudah bisa beroperasi.

Sementara Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati juga menjelaskan kerja sama Pertamina dengan Bukit Asam dan Air Products adalah langkah strategis bagi semua pihak, untuk meningkatkan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional, melalui pemanfaatan DME.

“Sekitar 73 persen LPG kita masih diimpor, tahun 2017 Indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 7,11 juta ton LPG. Pabrik gasifikasi batu bara ini adalah proyek yang sangat strategis secara nasional," papar Nicke ditemui dalam kesempatan sama.

Nicke juga menjelaskan untuk sembari menunggu pabrikasi selesai, Pertamina akan mulai memperkenalkan produk DME ini. Ia menilai masyarakat perlu mengetahui bahwa ada produk yang bisa menggantikan LPG.

Nicke bahkan berjanji harga gas dari DME ini akan lebih murah dari LPG. "Pertamina bisa kasih harga yang lebih murah. Kita akan mulai porsi impor LPG dengan DME. Kita masih beli DME nya. Sementara kita bangun proyek ini. Ini jajaki beli DME ini. Kita coba tes dan sosialisasikan ini ke masyarakat," ujar Nicke memaparkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement