Rabu 16 Jan 2019 18:44 WIB

KPU: Tidak Mundur dari Parpol, OSO tidak Masuk DCT Pemilu

Sikap KPU ini tertuang dalam surat Nomor 60 yang diterbitkan pada 15 Januari 2019.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (ketiga kanan) mendengarkan pembacaan Putusan Gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Bawaslu di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (ketiga kanan) mendengarkan pembacaan Putusan Gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Bawaslu di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, mengatakan Oesman Sapta Odang (Oso) tidak akan dimasukkan ke dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019 jika dirinya tidak mundur sebagai pengurus parpol. Pengunduran diri tersebut paling lambat diserahkan pada 22 Januari 2019.

"Kami sudah mengambil sikap berdasarkan pleno pada Senin (14/1) lalu. Keputusan kami, bahwa sebagai penyelenggara pemilu, kami tetap meminta kepada pak Oso yang saat ini masih menjabat Ketua Umum Partai Hanura sebagaimana SK Kemenkumham untuk mengundurkan diri dari kepengurusan parpol. Dalam hal ini untuk pencalonan anggota DPD," jelas Hasyim dalam konferensi pers yang digelar di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/1).

Sikap KPU ini tertuang dalam surat Nomor 60 yang diterbitkan pada 15 Januari 2019. Pengunduran diri itu, kata Hasyim, harus disampaikan dalam bentuk surat pernyataan pengunduran diri sebagai pengurus parpol. Surat paling lambat disampaikan pada 22 Januari 2019.

"Berdasarkan hal itu, apabila Pak OSO tidak menyerahkan surat pengunduran diri, maka beliau tidak bisa dicantumkan dalam DCT Pemilu 2019," tegas Hasyim.

Hasyim menambahkan, sikap KPU ini merujuk kapada beberapa landasan hukum, yakni UUD 1945, UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan putusan MK Nomor 30 Tahun 2018. "Pada intinya aturan - aturan itu melarang pengurus parpol untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPD. KPU dapat memberikan kesempatan kepada bakal calon anggota DPD yang pengurus parpol untuk tetap jadi menjadi calon sepanjang telah menyatakan undur diri yang dibuktikan surat," tambah Hasyim.

Kuasa Hukum OSO, Herman Kadir, mengatakan KPU tidak mentaati hukum karena tidak melaksanakan putusan Bawaslu. Pihak OSo meminta PTUN untuk melakukan eksekusi masuknya Oso ke dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019.

"Kami menganggap bahwa KPU telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi dan tidak taat hukum. Jadi surat KPU itu menyatakan kebalikannya (dari putusan Bawaslu). Justru dengan adanya surat itu KPU melakukan pembangkangan hukum," tegas Kadir ketika dikonfirmasi wartawan, Rabu.

Pihaknya langsung menanggapi dengan upaya hukum atas diterbitkannya surat dari KPU yang meminta OSO mundur dari kepengurusan parpol. Upaya hukum yang ditempuh yakni mengajukan upaya eksekusi melalui PTUN.

"Kami sedang mengajukan upaya eksekusi melalui PTUN. Tadi sudah menghadap kepala PTUN dan mereka dalam waktu dekat akan mengeluarkan surat penetapan eksekusi," ungkap Kadir.

Surat penetapan eksekusi berisi permintaan PTUN agar KPU menindaklanjuti perkara Oso sebagaimana putusan lembaga tersebut pada 2018 lalu. Putusan PTUN ini membatalkan DCT calon anggota DPD yang sebelumnya sudah ditetapkan dan meminta KPU untuk memasukkan nama Oso ke dalam daftar peserta pemilu itu.

"Kalau KPU tidak melaksanakan itu (surat permintaan eksekusi dari PTUN), kami akan  meminta PTUN untuk mengirim surat kepada presiden dan DPR. Tujuannya supaya dua lembaga itu yang akan menegur KPU," tegas Kadir.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement