REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Orang kaya Australia terus bertambah kaya, dengan 1 persen orang Australia teratas memiliki lebih banyak harta dibanding gabungan 70 persen masyarakat terbawah.
Sebuah laporan baru dari Oxfam telah mencatat rekor lain dari peningkatan jumlah miliarder di Australia dari 33 menjadi 43 orang. Kekayaan gabungan mereka naik hampir 160 miliar dolar AS (atau setara Rp 1,6 kuadriliun) tahun lalu.
Oxfam mengatakan hal itu setara dengan peningkatan sebesar 100 juta dolar AS (atau setara Rp 1 triliun) per hari, atau total kenaikan 36 miliar dolar AS (atau setara Rp 360 triliun), dan cukup untuk menutupi setengah dari total anggaran kesehatan Pemerintah Federal Australia pada tahun anggaran ini.
Helen Szoke, CEO Oxfam Australia, mengatakan laporan yang dirilis menjelang pertemuan para pemimpin politik dan bisnis untuk Forum Ekonomi Dunia tahunan di Davos, Swiss itu menunjukkan bahwa kelompok yang paling tidak beruntung tetap terperangkap dalam siklus kemiskinan yang mengakar.
"Jumlah harta dari separuh terbawah masyarakat kami tak berubah dan pertumbuhan upah pekerja biasa tetap stagnan," kata Dr Szoke.
"Australia berada di antara negara terkaya di dunia, namun ada kesenjangan besar antara orang kaya dan orang miskin. Ketimpangan ini tak bisa, dan tak perlu, terus berlanjut."
Upaya melawan penghindaran pajak
Dr Szoke mendesak Pemerintah Federal Australia untuk memperkenalkan undang-undang yang lebih keras yang ditujukan terhadap perusahaan multinasional yang masih mungkin menghindari pajak. Data terbaru ATO (kantor pajak Australia) menunjukkan sekitar sepertiga dari perusahaan Australia membayar pajak nol dolar.
Oxfam ingin petugas pajak mewajibkan perusahaan untuk memberikan laporan publik terperinci tentang pajak mereka berdasarkan negara bagian.
Saat ini, informasi sebagai bagian dari inisiatif OECD (Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) untuk meminta setiap yurisdiksi pajak di seluruh dunia mengumpulkan informasi pajak terperinci tentang perusahaan dan membagikannya dengan masing-masing anggota tersebut dikumpulkan oleh ATO, tetapi tidak diungkapkan secara publik.
Dr Szoke juga mendesak Pemerintah Federal Australia untuk mengembalikan anggaran perempuan dan memberikan perhatian lebih besar pada hasil kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat Aborijin. Perempuan Australia, kata Dr Szoke, terus menghadapi kerugian ekonomi menghasilkan 85 sen untuk setiap dolar AS yang diperoleh oleh laki-laki dan mengalami kesenjangan upah gender yang terus menguntungkan laki-laki di setiap industri.
Banyak warga Aborigin dan Penduduk Selat Torres masuk ke dalam kelompok masyarakat yang tertinggal. Oxfam mengindikasikan bahwa laporan terbaru Pemerintah Federal Australia tentang performa kesehatan warga Aborijin menunjukkan bahwa 36 persen dari rumah tangga Aborijin memiliki pendapatan mingguan di 25 persen kelompok pendapatan terbawah (dibandingkan dengan 17 persen untuk kelompok non-Aborijin).
Sensus 2016 menunjukkan bahwa sekitar 80 persen orang dewasa Aborijin memiliki pendapatan mingguan di bawah penghasilan rata-rata nasional (1.160 dolar AS per minggu atau setara Rp 11 juta).
"Kesenjangan menganga antara hasil kesehatan untuk perempuan Aborijin dan Selat Torres di Australia - yang menghadapi angka kematian bayi mengerikan yang dua kali lipat dari perempuan non-Aborijin, dan bahkan lebih buruk di daerah terpencil - adalah gejala ketidaksetaraan yang nyata ini," Kata Dr. Szoke.
Kekayaan miliarder setara anggaran kesehatan Ethiopia
Laporan Oxfam menemukan bahwa pada tahun ke-10 sejak krisis keuangan global, jumlah miliarder di seluruh dunia hampir dua kali lipat. Kekayaan miliarder dunia meningkat 900 miliar dolar AS (atau setara Rp 9 kuadriliun) pada tahun lalu saja, atau 2,5 miliar dolar AS (atau setara Rp 25 triliun) sehari.
Sepuluh orang terkaya di Australia:
· Harry Triguboff, $9.2b (atau setara Rp 92 triliun)
· Vivek Chaand Sehgal, $6b (atau setara Rp 60 triliun)
· Frank Lowy, $5.9b (atau setara Rp 59 triliun)
· Anthony Pratt, $5.5b (atau setara Rp 55 triliun)
· Andrew Forrest, $4.4b (atau setara Rp 44 triliun)
· John Gandel, $4.1b (atau setara Rp 41 triliun)
· James Packer, $4.1b (atau setara Rp 41 triliun)
· Mike Cannon-Brookes, Scott Farquhar $3.4b each (atau setara Rp 34 triliun masing-masing)
· Lindsay Fox, $3.4b (atau setara Rp 34 triliun)
(Sumber: $US, Forbes Billionaires List as of March 2018, Oxfam)
Singkatnya, miliarder baru muncul setiap dua hari antara tahun 2017 dan 2018. Menurut Forbes, ada 2.208 miliarder pada Maret 2018 - dan sembilan dari 10 miliarder adalah pria. Pendiri Amazon, Jeff Bezos, adalah orang terkaya di dunia dengan kekayaan 112 miliar dolar AS (atau setara Rp 1,56 kuadriliun) dalam daftar Forbes 2018.
Laporan tersebut menyatakan bahwa hanya 1 persen dari total kekayaannya setara dengan hampir seluruh anggaran kesehatan Ethiopia, sebuah negara berpenduduk 105 juta orang.
Media itu juga menobatkan orang terkaya di India, Mukesh Ambani, yang menempati urutan ke 19 dalam daftar miliarder Forbes 2018. Tempat tinggalnya di Mumbai, sebuah bangunan menjulang setinggi 570 kaki, bernilai 1 miliar dolar AS (atau setara Rp 10 triliun) dan merupakan rumah pribadi paling mahal di dunia.
Kekayaan juga menjadi lebih terkonsentrasi - tahun lalu, 26 orang memiliki jumlah yang sama dengan 3,8 miliar orang yang merupakan setengah dari jumlah manusia termiskin, turun dari 43 orang pada tahun sebelumnya.
Potensi penggelapan pajak
Kekayaan juga berkurang, menurut Oxfam. Hanya 4 sen dalam setiap dolar pendapatan pajak yang berasal dari pajak atas kekayaan, sebut laporan itu.
Oxfam mengatakan pemerintah harus memfokuskan upaya mereka untuk meningkatkan lebih banyak pajak dari kelompok yang sangat kaya untuk membantu memerangi ketidaksetaraan di seluruh dunia.
"Orang super kaya menyembunyikan 7,6 triliun dolar AS (atau setara Rp 76 kuadriliun) dari otoritas pajak," kata laporan itu.
"Perusahaan-perusahaan juga menyembunyikan sejumlah besar aset di luar negeri. Bersama-sama, faktor ini merampas negara-negara berkembang sebesar 170 miliar dolar AS (atau setara Rp 1,7 kuadriliun) per tahun."
Dalam buku di tahun 2013, The Hidden Wealth of Nations (Kekayaan Tersembunyi Negara-Negara), Gabriel Zucman mengemukakan bahwa sebanyak AS 7,6 triliun dolar AS (atau setara Rp 100,6 kuadriliun), sekitar 8 persen dari kekayaan finansial pribadi dunia, disimpan di tempat bebas pajak.
Sementara, laporan itu mencatat dampak ketimpangan yang mengakar. Laporan itu mencatat 10 ribu orang meninggal setiap hari karena kurangnya akses ke perawatan kesehatan yang terjangkau.
Oxfam juga mengamati bahwa, di negara-negara berkembang, seorang anak dari keluarga miskin dua kali lebih mungkin meninggal sebelum usia lima tahun daripada seorang anak dari keluarga kaya.
Kesenjangan gaji berdasarkan gender juga terus muncul di seluruh dunia. Pria memiliki 50 persen lebih banyak kekayaan daripada perempuan secara global, dan mengendalikan lebih dari 86 persen perusahaan.
Oxfam memperkirakan bahwa jika semua pekerjaan perawatan tak berbayar yang dilakukan oleh perempuan di seluruh dunia dilakukan oleh satu perusahaan, itu akan memiliki omzet tahunan 10 triliun dolar AS (atau setara Rp 100 kuadriliun) - 43 kali lipat dari omzet Apple.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.