REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan proses produksi surat suara tetap berjalan tanpa mencantumkan nama Oesman Sapta Odang (OSO). KPU menegaskan, OSO tidak masuk ke dalam daftar calon tetap (DCT) calon anggota DPD pada Pemilu 2019.
Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik, menjelaskan alasan tidak dimasukkannya nama OSO ke dalam DCT dan surat suara pemilu. Menurut dia, OSO tidak menyampaikan surat pengunduran diri dari pengurus parpol hingga batas waktu yang ditentukan pada Selasa (22/1), pukul 24.00 WIB.
"Oleh karena setelah batas waktu yang sudah ditentukan tidak menyerahkan [surat pengunduran diri], ya, kami tidak mengubah DCT. DCT tidak kami ubah sebab kami tidak memasukkan nama OSO," ujar Evi ketika dijumpai wartawan di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (23/1).
KPU, tegas Evi, tetap berpandangan bahwa setiap pengurus parpol harus mengundurkan diri jika ingin menjadi calon anggota DPD. Evi pun mengingatkan, sudah ada sekitar 203 calon anggota DPD yang sebelumnya sudah bersedia mengundurkan diri atau berhenti dari kepengurusan parpol. Apalagi, lanjut dia, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah memerintahkan hal yang sama. KPU tidak bisa berseberangan dengan putusan MK yang merujuk ke UUD 1945.
Evi menegaskan, dalam menindaklanjuti putusan Bawaslu tertanggal 9 Januari, KPU juga merujuk kepada konstitusi. "Kami sudah membuat surat bahwa tindak lanjut kami terhadap putusan Bawaslu itu adalah meminta Pak OSO untuk menyampaikan surat pemberhentian dari pengurus parpol," ujar Evi.
Komisioner KPU Ilham Saputra membeberkan ada 203 orang pengurus parpol yang sudah mengundurkan diri dari jabatannya karena mengikuti pemilu. Mereka ini mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD. "Kami mencatat ada 203 calon anggota DPD yang mengundurkan diri dari [kepengurusan] parpol. Jadi, 203 itu dari berbagai parpol. Detailnya harus saya lihat dulu, tapi prinsipnya jumlahnya ada 203 orang," ungkap Ilham.
Sebenarnya, lanjut Ilham, ada 204 orang pengurus parpol yang tercatat mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD. Hanya satu orang, yakni Ketua Umum Partai Hanura OSO yang tidak bersedia mengundurkan diri.
Ilham juga menegaskan jika 203 orang pengurus parpol yang sudah mundur itu tidak ada yang memprotes peraturan KPU yang melarang pengurus parpol menjadi calon anggota DPD. Setelah mundur, kata dia, mereka semua sudah masuk ke daftar calon tetap (DCT) calon anggota DPD Pemilu 2019.
Pihak OSO masih berencana melawan keputusan KPU yang tidak memasukkan namanya ke dalam surat suara. Tim kuasa hukum OSO bahkan berencana melaporkan KPU kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selain menempuh empat jalur hukum yang sudah dilakukan, antara lain melaporkan ke Polda Metro, Bawaslu, maupun PTUN terkait surat eksekusi.
Kuasa hukum OSO, Herman Kadir, mengatakan, pelaporan KPU ke KPK berdasarkan dugaan kerugian negara. "Nanti kerugian negara itu kami akan lapor ke KPK," ujar Herman kepada wartawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/1).
Alasannya, kata Herman, KPU melakukan cetak surat suara tanpa prosedur hukum yang benar. Produksi surat suara dibiayai oleh negara. "Setiap menggunakan uang negara harus atas perintah undang-undang dan tidak boleh sembarangan. Kehati-hatian seorang pejabat negara itu wajib. Jadi, kalau kemudian surat suara dicetak dan tiba-tiba Pak OSO masuk [ke DCT Pemilu] maka akan membahayakan. Ada kerugian negara," ujar Herman.
Bawaslu menolak
Salah satu langkah hukum yang dilakukan kuasa hukum OSO ke Bawaslu menemui jalan buntu. Bawaslu memutuskan menolak laporan OSO terkait dugaan pelanggaran administrasi KPU. Laporan itu dilayangkan OSO karena KPU tidak menjalankan putusan Bawaslu yang meminta KPU mengakomodasi OSO dalam Pemilu 2019.
"Menetapkan, menyatakan laporan yang disampaikan terlapor tidak dapat diterima dan tidak dapat dijalankan dalam sidang pemeriksaan," ujar Ketua Bawaslu Abhan saat membacakan putusan persidangan di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (23/1).
Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan, Bawaslu menilai laporan OSO ini sama dengan laporan terdahulu yang sudah diputuskan Bawaslu, pada tanggal 9 Januari lalu. Karena itu, Bawaslu memutuskan tidak melanjutkan ke tahap pemeriksaan.
"Dikarenakan laporan ke Bawaslu dengan permasalahan yang sama, maka untuk memberikan kepastian hukum, majelis berpandangan tidak diperlukan lagi melakukan pemeriksaan dan memutus laporan terlapor," tutur Ratna.
Diketahui, dalam Putusan Bawaslu Nomor 008/LP/PL/ADM/RI/00.00/XII/2018 (laporan OSO) 09 Januari 2019, Bawaslu memutuskan KPU terbukti melakukan pelanggaran administrasi Pemilu dalam proses pencalonan anggota DPD. Bawaslu pun memerintakan KPU melakukan perbaikan administrasi dengan mencabut Keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tanggal 20 September 2018 Tentang Penetapan DCT anggota DPD. (ed: agus raharjo)