Selasa 29 Jan 2019 17:59 WIB

Jurnalis Asing Sulit Meliput di Cina

Kondisi kerja-kerja jurnalistik di Cina memburuk pada 2018.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Jurnalis asing di Cina (ilustrasi)
Foto: REUTERS
Jurnalis asing di Cina (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Foreign Correspondents' Club of China (FCCC) telah merilis laporan bertajuk Under Watch: Reporting in China Surveillance State pada Selasa (29/1). Dalam laporan itu dinyatakan bahwa pengawasan ketat pemerintah telah menghambat pelaporan atau pemberitaan oleh jurnalis asing tentang negara tersebut.

FCCC melakukan survei terhadap 204 anggotanya pada Desember 2018 hingga Januari 2019. Survei tersebut menanyakan tentang pengalaman pekerjaan jurnalistik mereka selama 2018 di Negeri Tirai Bambu. Dalam surveinya, FCCC juga melakukan wawancara dengan kepala biro dari sembilan organisasi media besar.

Dari 204 koresponden yang disurvei, hanya 109 saja yang menyelesaikannya. Hasilnya, 55 persen responden meyakini kondisi bagi kerja-kerja jurnalistik di Cina memburuk pada 2018.

Pengawasan, baik oleh manusia maupun digital, menjadi perhatian utama. "Sebanyak 48 persen (responden) mengatakan mereka diikuti atau menyadari bahwa kamar hotel dimasuki tanpa izin, 91 persen khawatir tentang keamanan ponsel mereka dan 22 persen mengatakan mereka sadar pihak berwenang (Cina) melacak mereka menggunakan sistem pengawasan publik," kata FCCC dalam laporan yang diunggah di situs resminya.

Pelaporan dari Provinsi Xinjiang turut menjadi perhatian FCCC dalam surveinya. Wilayah tersebut diketahui sedang disorot dunia internasional setelah muncul dugaan bahwa otoritas Cina menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur dalam kamp konsentrasi.

Dalam laporan FCCC, 24 dari 27 responden yang melakukan peliputan ke Xinjiang, mengaku mengalami gangguan. Sebanyak 19 responden di antaranya diminta atau dipaksa menghapus data yang telah mereka himpun selama berada di sana.

Hal itu menyebabkan pelaporan atau pemberitaan tentang Xinjiang kerap tak lengkap dan tidak bisa diandalkan. Sementara itu, 37 persen dari 91 responden mengatakan bahwa mitra Cina mereka dilecehkan, ditekan, dan diintimidasi. "Sebanyak 34 persen (responden) mengatakan sumber telah dilecehkan, ditahan, atau dipanggil untuk diinterogasi setidaknya sekali," kata FCCC.

Presiden FCCC Hanna Sahlberg mengaku cemas dengan kondisi tersebut. "Pemantauan yang lebih luas dan tekanan pada sumber menghentikan wartawan bahkan sebelum mereka dapat mencapai situs berita," katanya.

Dia mengatakan, laporan terbaru dari otoritas Cina, yang menawarkan atas nama Malaysia, untuk melakukan pengawasan intensif terhadap koresponden asing yang berbasis di Hong Kong sangat mengganggu. Menurutnya, hal itu melanggar hukum Hong Kong dan standar internasional.

"Sementara 2018 melihat media Cina yang didukung negara memperluas cakupannya di luar negeri, ruang untuk pelaporan di dalam negeri menyusut," kata Sahlberg.

"Pembatasan yang sekarang dihadapi koresnponden asing menyerukan untuk melihat dengan serius komitmen yang dimiliki Pemerintah Cina sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2022. Kami ingin melihat lapangan yang sama," ujar Sahlberg.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement