Selasa 29 Jan 2019 18:15 WIB

Menteri Ramai-Ramai Membela Sri Mulyani

Pemerintah menilai utang adalah hal wajar dilakukan suatu negara untuk berkembang.

Rep: Fauziah Mursid/Sapto/Ahmad Fikri/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, Menjelang pemilihan presiden, isu utang kembali mencuat. Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto berulangkali menyindir masalah utang yang melonjak di era pemerintahan Joko Widodo. Tak tanggung-tanggung Prabowo mengganti nama menteri keuangan menjadi menteri pencetak utang.

"Ini kalau ibarat penyakit saya katakan stadium sudah cukup lanjut, sudah lumayan parah. Utang menumpuk terus, kalau menurut saya, jangan disebut lagi lah ada menteri keuangan, mungkin menteri pencetak utang," kata Prabowo dalam pidatonya di acara Deklarasi Nasional Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia.

Pemerintah pun menyangkal pendapat Prabowo dan dengan kompak membela Menteri Keuangan Sri Mulyani. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)  menilai persoalan jumlah utang semestinya tidak dipersoalkan sejumlah pihak sepanjang Pemerintah memiliki kesanggupan untuk membayar.

"Bukan jumlahnya yang penting, yang penting ialah dapat dibayar atau tidak, dan pengalaman kita sejak pemerintahan sebelumnya, Pak Harto, Ibu Mega, Pak Gusdur, itu semua bisa dibayar utang-utang yang ada itu," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (29/1).

Baca juga, Prabowo Singgung Soal Menteri Pencetak Utang.

JK menilai utang adalah hal yang wajar dilakukan suatu negara untuk berkembang. Bahkan menurut JK, tak hanya Indonesia, negara negara maju pun tidak terlepas dari utang. Ia mencontohkan Jepang yang berutang pada lembaga keuangan atau lembaga pensiun di negaranya. Sementara Amerika Serikat berutang dalam bentuk mencetak uang.

"Jadi artinya berputar, di negara-negara apa saja, Jepang bersaing utang ke lembaga pensiun atau lembaga apa di negaranya, Amerika berutang dengan cara mencetak uang," katanya.

Namun JK menilai, kondisi di Indonesia belum seperti Jepang yang memiliki lembaga pengelola keuangan untuk digunakan modal pembangunan dan investasi. Sehingga untuk menutup defisit pemasukan dan pengeluaran, Kementerian Keuangan memutuskan untuk berutang.

"Kita tentu karena tidak banyak, ada juga lembaga lembaga kita tapi tidak sebesar seperti lembaga-lembaga tapi tidak sebesar BPJS ketenagakerjaan itu kan bisa dipake untuk penambahan modal tersebut," ujar JK.

JK juga melanjutkan, yang penting, Pemerintah dapat melakukan pengelolaan keuangan dan untuk membayar utang-utang tersebut. Sejauh ini kata dia, Pemerintah selalu tepat membayar utang tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan ikut membela Menteri Keuangan Sri Mulyani yang disebut sebagai 'menteri pencetak utang'. Ia menilai sebutan itu tidaklah etis.  "Ya nggak etis saja itu, Ibu Sri Mulyani itu Menteri Keuangan terbaik di dunia, iya kan," ujar Luhut di Kompleks Istana Presiden, Selasa (29/1).

Ketua Umum Golkar sekaligus Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto juga ikut membela Sri Mulyani. Airlangga menyebutkan bahwa dalam setiap pembangunan oleh negara mau tak mau pasti ada proporsi utang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement