REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan mencoret calon anggota legislatif (caleg) terpidana yang telah menerima putusan hukum berkekuatan tetap (inkrah). Namun, pencoretan ini tetap memperhatikan perkembangan pencetakan surat suara pemilu.
Keterangan KPU tersebut menanggapi putusan hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kepada caleg DPR RI dari PAN, Mandala Shoji. PN Jakpus menyatakan Mandala terbukti bersalah melakukan pembagian kupon umroh saat berkampanye.
Kupon umroh tersebut dibagikan dalam bentuk door prize. "Betul dicoret (status pencalegan Mandala)," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan ketika dihubungi pada Selasa (5/2).
Artinya, kata dia, KPU menindaklanjuti status pencalonan Mandala sebagaimana status hukum dari tindakan pidana yang dilakukannya. Berdasarkan aturan dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dan SE KPU Nomor 31 Tahun 2019, caleg yang terbukti melakukan pidana dan sudah mendapat putusan hukum yang berkekuatan tetap, bisa dicoret dari daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2019.
Namun, kata Wahyu, pencoretan nama caleg secara teknis tetap mempertimbangkan perkembangan pencetakan surat suara. "Kami cek dulu proses pencetakan surat suaranya (sampai di mana). Kalau ternyata sudah tercantum dalam surat suara (sudah dicetak surat suaranya), pengertian dicoret secara teknis perlu kita bicarakan. Apakah bentuknya diumumkan di TPS atau seperti apa," jelas Wahyu.
Apabila kondisinya surat suara belum dicetak sehingga nama caleg tersebut belum tercantum di surat suara, maka nama yang bersangkutan tidak akan dicantumkan di surat suara. "Prinsipnya akan kami tindaklanjuti sesuai putusan hukum dari kasusnya," tegas Wahyu.
Sebagaimana diketahui, Mandala Abadi Shoji merupakan caleg DPR RI yang maju di daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta 2. Mandala adalah caleg dari PAN nomor urut 5. PN Jakpus memutuskan Mandala melanggar aturan pemilu setelah terbukti membagi-bagikan kupon umroh saat kampanye.
Hakim menjatuhkan vonis tiga bulan penjara dan denda Rp 5 juta subsider 1 bulan penjara. Usai vonis tersebut, Mandala mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun, Pengadilan Tinggi memutuskan menolak banding itu. Pengadilan Tinggi DKI memutuskan menguatkan putusan PN Jakpus. Berdasarkan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, tidak ada upaya hukum lain karena UU Pemilu mengatur putusan pengadilan tertinggi sebagai putusan akhir yang bersifat mengikat.