REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah ancaman Islamofobia, kehidupan Muslim di Lyon terus menggeliat. Lyon adalah kota terbesar kedua di Prancis setelah Paris.
Jumlah penduduknya hamper 1,8 juta jiwa. Sementara Paris berpenduduk 12 juta jiwa. Sebagai kota terbesar kedua, Lyon menjadi kota yang dinamis dan kompleks. Keberadaan komunitas Muslim menjadi salah satu penyumbang kedinamisan itu.
Muslim di Lyon berasal dari keturunan Aljazair, Maroko, Tunisia, Turki, dan beberapa negara lain di Afrika. Tiga negara pertama adalah bekas koloni Prancis. Hal yang menarik adalah terus terjadi peningkat an mualaf di Lyon maupun kota-kota lainnya di Prancis.
Setiap minggunya, di masjid-masjid di Lyon selalu ada yang mengucapkan syahadat sebagai syarat masuk Islam. "Saya berkesempatan menyaksikan prosesi pengucapan syahadat seorang warga negara Prancis pas cashalat Jumat pada 29 April 2011 di Masjid Othmanie, Villeurbanne," ungkap Rakhmat Hidayat, Dosen UNJ.
Sejarah keberadaan Muslim di Lyon ternyata telah sangat panjang. Secara historis, keberadaan Muslim di kota ini memiliki keterkaitan dengan kedatangan kaum imigran dari Afrika Utara yaitu Aljazair, Maroko, dan Tunisia.
Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab ber imigrasi (hijrah) secara be sar-besaran ke Prancis. Keda tangan buruh migran asal Afri ka dan sebagian Asia itu membuat agama Islam berkembang pesat di Prancis.
Para buruh ini mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan Islam. Secara perlahan, penduduk Pran cis pun makin banyak yang memeluk Islam. Kaum migran dari Aljazair membanjiri Prancis sejak 1947, setelah undang-undang pemberian status kewarganegaraan bagi orang Aljazair diberlakukan.
Saat itu, konon Prancis kekurangan lakilaki. Padahal, negeri ini sedang butuh tenaga kasar untuk membangun kota-kota yang hancur akibat Perang Dunia II. Berdasarkan sensus 1946, terdapat 20 ribu Muslim Aljazair menjadi warga negara Prancis.