Rabu 06 Feb 2019 16:00 WIB

Saat Jokowi Tampil ‘Menyerang’

Jokowi mengatakan selama empat tahun terakhir dirinya menahan diri.

Rep: Dessy Suciati Saputri/Muhammad Ikhwanuddin/ Red: Muhammad Hafil
Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan ke Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta.
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan ke Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ujaran calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu terakhir dinilai ofensif atau menyerang. Sejumlah lontaran  dialamatkan ke kubu pesaingnya seperti seperti propaganda Rusia dan penggunaan konsultan asing, menyinggung soal Ratna Sarumpaet, dan menyuruh kubu pesaingnya untuk bubar dan punah sendiri saja tanpa perlu mengajak masyarakat Indonesia.

Jokowi sendiri mengakui langkahnya itu. Menurut dia, selama empat tahun terakhir ini dirinya selalu menahan diri saat mendapatkan berbagai serangan.

Namun, kali ini, Jokowi mengaku tak akan tinggal diam terhadap tudingan dan serangan yang dialamatkan kepadanya. Karena itu, kampanye bernada ofensif pun saat ini dinilainya perlu dilakukan. 

“Ya, kampanye kan perlu ofensif, masa kita empat tahun suruh diam saja. Ya endaklah. Jadi empat tahun diam masa suruh neruskan,” ujar Jokowi saat menghadiri peringatan HUT ke-72 HMI di kediaman Akbar Tandjung, Selasa (5/2) malam.

 

Sementara itu, tim kampanye nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin menilai pernyataan ofensif yang dilontarkan Jokowi merupakan cara untuk memberikan rasa optimisme kepada masyarakat. Sebab, kata dia, kubu lawan sering kali menyampaikan pernyataan bernada pesimis yang dapat berakibat buruk bagi masa depan bangsa.

 

Juru bicara TKN Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily menyebut, pernyataan ofensif Jokowi dalam beberapa hari terakhir ini merupakan bentuk serangan balik kepada kubu lawan. Menurut dia, Jokowi tak akan membiarkan narasi negatif yang disampaikan kubu lawan dipercaya oleh masyarakat.

 

"Selagi kubu sebelah tetap menyerang kami dengan narasi pesimistis dan tanpa data-data yang objektif, tentu kami akan menanggapinya dengan serangan balik yang lebih tajam," kata Ace, di Jakarta, Senin (4/2).

 

Sementara, Ketua TKN Erick Thohir  mengatakan, Jokowi tidak asal menyerang. Erick mengatakan, apa yang dilakukan Jokowi saat ini adalah menyampaikan data dan fakta. Ia menegaskan, Jokowi tidak asal menyerang, namun semua dilakukan dengan hitung-hitungan yang cermat.

Erick membuka salah satu hasil survei di paskadebat pertama lalu. Hasilnya, debat tak mempengaruhi pemilih militan yang sudah ada. Data pemilih Jokowi dari 4 bulan lalu hingga usai debat pertama berada di angka 54 persenan. Begitupun pemilih Prabowo-Sandi di angka 31 persen. Sebanyak 82 persen pemilih menyatakan takkan mengubah lagi pilihannya.

"Ada pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voter). Mengambil data Lingkaran Survei Indonesia (LSI), angkanya di 18 persen. Mereka inilah yang dicoba ditarik suaranya. Dan bagi Jokowi-Ma'ruf, caranya adalah dengan menyampaikan fakta dan data sebenarnya atas hal-hal yang selama ini diputarbalikkan. Ya soal isu dan fitnah PKI lah, antek asing dan antek aseng lah," jelasnya, Selasa (5/2).

photo
Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) menghadiri acara deklarasi Forum Alumni Jatim di Tugu Pahlawan Surabaya, Sabtu (2/2). Forum Alumni Jatim memberikan dukungan untuk Capres-Cawapres nomor urut 01 tersebut, pada Pilpres 2019.

Selain itu, disadari perlunya penekanan soal prestasi-prestasi Jokowi yang selama ini belum maksimal disampaikan. Semisal soal pembangunan infrastruktur.

Dirasakan masih kurang untuk menjelaskan bahwa pekerjaan itu punya imbas jangka pendek. Berupa waktu perjalanan lebih efisien hingga menurunnya harga sembako akibat biaya transportasi menurun.

Di luar imbas jangka pendek, ada imbas jangka panjang di mana berbagai industri akan tumbuh sejalan dengan pembangunan infrastruktur. "Intinya menjelaskan ada manfaat jangka pendek dan ada jangka panjang. Sama seperti menanam pohon buah, kan tak ujug-ujug langsung berbuah. Ini yang bagaimana undecided voters perlu dijelaskan. Lalu selanjutnya bagaimana Pak Jokowi akan kembangkan sumber daya manusia kita," katanya.

Ditegaskan Erick, pihaknya takkan berhenti menyampaikan hal itu seperti yang dilakukan oleh Jokowi. Khususnya selama data dan fakta yang ada terus diputarbalikan. Pihaknya akan menggunakan data sebanyak mungkin untuk mendukung semua materi yang ada.

"Kenapa pakai data? Contohnya begini. Paslon 02 menjanjikan gaji pegawai akan dinaikkan. Tapi di lain pihak, dia tak konsisten karena menurunkan pajak negara.

Darimana untuk membiayainya? Apakah nanti negara kita kayak Venezuela atau Yunani yang krisis? Yunani krisis karena pemasukan dan pengeluaran tak seimbang. Makanya bicara harus pakai data kan," kata Erick.

Baca juga: Ini Langkah Yusril Agar Ustaz Baasyir Tetap Bisa Dibebaskan

Baca juga: Beredar Tulisan Tangan Saddam Hussein tentang Kematian

Sebelumnya, menanggapi hal tersebut, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengklaim elektabilitas capresnya sudah menyalip pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Timses pasangan nomor urut 02 yakin elektabilitas Jokowi akan tertinggal jauh 2 bulan ke depan.

"(Elektabilitas) Sudah mulai crossing. Dan kami yakin dua bulan ini Jokowi tertinggal jauh," kata Jubir BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Dahnil mengatakan, elektabilitas capres-cawapresnya terus meningkat. Itu sebabnya, kata Dahnil, Jokowi menunjukkan pernyataan menyerang. "Makanya beliau kelihatan totally offensive," katanya.

Lalu, bagaimana dengan dampak dari langkah ofensif Jokowi tersebut? Pengamat politik dari Universitas PadjajaranYusa Djuyandi berpendapat bahwa manuver Jokowi  merupakan hal yang biasa terjadi dalam kontestasi politik.  Meski demikian, Yusa menyampaikan bahwa Jokowi perlu berhati-hati dengan ujaran yang dilontarkan ke publik agar tidak menjadi blunder dan menggerus elektabilitas Jokowi sendiri.

"Misalnya soal kasus propaganda Rusia, itu cukup membuat banyak pihak termasuk kedutaan besar Rusia angkat bicara," kata Yusa, Rabu (6/2).

Alih-alih mengangkat isu soal Rusia, Yusa menganggap bahwa isu soal gagasan lebih esensial diangkat untuk mendongkrak elektabilitas Jokowi. Ia mengatakan, kubu 01 bisa memanfaatkan kekurangan Prabowo soal gagasannya yang dari Pilpres 2014 sampai sekarang yang cenderung monoton. Misalnya, soal menaikan gaji PNS atau aparat negara, dan lain-lain.

"Itu bisa disasar oleh Jokowi. Beliau bisa menanyakan kebaruan gagasan Prabowo," ujarnya.

Baca juga: Bahaya Minum Air Sambil Berdiri

Baca juga: Panglima: Perwira TNI akan Ditempatkan di Kementerian

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement