REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim pemenangan pasangan calon (paslon) Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyebut ucapan calon presiden (capres) Prabowo Subianto terkait kebocoran anggaran sebesar Rp 500 triliun sebagai ocehan politik. Tim sukses berpendapat, ocehan itu ibarat barang bekas lantaran pernah disampaikan pada Pilpres 2014 lalu.
"Sikap Prabowo yang lebih doyan menuding tanpa bukti menunjukkan karakter politiknya yang doyan mencari sensasi ketimbang substansi," kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Koalisi Indonesia Kerja (TKN KIK) Abdul Kadir Karding di Jakarta, Jumat (8/2).
Kadir mengatakan, konyolnya Prabowo tidak pernah sekalipun menjabarkan bukti apalagi melakukan pelaporan hukum. Dia menilai, wacana kebocoran anggaran bukan untuk memperbaiki keadaan bangsa tapi lebih kepada upaya untuk menyudutkan dan menjatuhkan lawan politik.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan, APBN selama ini dikelola secara kredibel dan profesional. Dia melanjutkan, setiap tahun BPK juga melakukan audit.
Dua tahun terakhir yaitu 2016 dan 2017, BPK memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Bukti bahwa Prabowo bukan cuma gagal mencari kejelekan pemerintah tapi justru asik menjelek-jelekkan pemerintah.
"Publik saya rasa sudah cukup cerdas untuk membedakan mana ucapan yang substansi atau ocehan yang sekadar menyasar sensasi untk mendapatkan insentif elektoral," katanya.
Karding meminta Prabowo bertanggung jawab dengan membuka data kebocoran yang dia tudingkan itu. Lebih lanjut, Karding mendesak Ketua Umum Gerindra tersebut untuk melaporkan kebocoran yang dimaksud ke penegak Hukum seperti KPK. "TKN akan ikut mendorong dan mendukung laporan Pak Prabowo tersebut," katanya.
Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, menuding bahwa anggaran negara telah bocor sekitar Rp 500 triliun. Angka tersebut dihitung jika sekitar 25 persen dari anggaran belanja negara bocor. Bahkan, Prabowo menyakini, jika dihitung lebih teliti lagi angkanya bisa lebih itu.
Menurut Prabowo, berbagai macam bentuk-bentuk kebocoran tersebut. Sebagai contohnya, mark up proyek jembatan yang harganya Rp 100 miliar akan ditulis jadi Rp 150 miliar.