REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Damaskus, ibu kota Suriah (Syria), dikenal sebagai salah satu kota pengolahan besi yang sangat hebat. Kualitasnya telah diakui berbagai kalangan. Bahkan, pada masa awal keislaman, besi-besi Damaskus dijadikan sebagai alat utama membuat senjata, seperti pedang, tombak, anak panah, dan sebagainya.
Pada abad 7-8 Masehi, ketika berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah, Damaskus menjadi pusat pembuatan pedang yang terkenal di dunia Islam. Begitu pula pada abad ke 9 hingga 12 M, ketika Damaskus berada dalam wilayah kekuasaan Ayyubiyah, kota ini menjadi pusat pembuatan pedang yang sangat tersohor.
Selain kuat dan tajam, pedang buatan Damaskus juga sangat berkualitas dan memiliki tekstur yang indah dan menarik. Ketika terjadi Perang Salib, tentara musuh Islam terperangah melawan tentara Muslim. Sebab, di samping memiliki kuda-kuda perang yang andal, pedang-pedang tentara Islam mampu merobohkan perlawanan tentara musuh dengan sekali tebas.
Saat Perang Salib itulah, peradaban Barat mulai mencari rahasia teknologi tempa baja yang dikuasai dunia Islam. Tentara Perang Salib menyebut baja yang hebat dari Damaskus itu dengan sebutan Damascus Steel. Teknologi pengolahan besi dan baja Damaskus yang tersohor itu disebabkan oleh pembuatnya yang mampu menempa dan mengeraskan wootz steel menjadi indah dan lentur.
Seni membuat pedang di era kejayaan Islam mendapat perhatian khusus dari peradaban Barat. Secara khusus, Robert Hoyland dan Brian Gilmore menulis buku bertajuk Medieval Islamic Swords and Swordmaking. Buku setebal 216 halaman itu mengupas risalah yang ditulis ulama Muslim terkemuka pada abad ke-9, M Ya'qub Ibnu Ishaq Al-Kindi, tentang Pedang dan Ragam Jenisnya.