REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Kementrian Prindustrian (Kemenprin) berharap akan tumbuh wirausahawan-wirausahawan dari Pondok Pesantren (Ponpes), karena telah memiliki modal santriwan dan santriwati dengan jiwa dan mental yang tangguh. Pada tahun ini, Ponpes Ushuluddin menjadi pilot project ponpes santripreneur yang dibina Kemenprin.
“Kami mengharapkan akan tumbuh dari pondok pesantren santripreneur. Tidak saja produksi barang yang bagus, tetapi juga santripreneur yang moderen,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menegah dan Aneka (IKMA) Kemenprin Gati Wibawaningsih pada kunjungannya di Ponpes Ushuluddin, Desa Belambangan, Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Kamis (14/2).
Ia mengatakan program Ponpes Santripreneur tersebut telah digagas pada 2013, saat itu masih minim sekali lahirnya wirausaha dari ponpes. Memasuki 2017, terjadi peningkatan, hingga 2018 telah banyak ponpes yang mencoba melahirkan santripreneur.
Menurut dia, Kemenprin hanya berbagi usaha bagaimana mensejahterakan masyarakat lewat program santrinya hebat, industrinya kuat, Indonesianya jaya
“Kami membekali santri dalam berwirausaha sehingga kita semua akan sejahtera lahir dan batin. Imbang antara dunia dan akhirat. Jadi semua secara ekonomi akan bangkit. Indonesia akan maju,” kata Gati yang mengaku baru pertama kali berkunjung ke ponpes dalam program santripreneur 2019.
Menurut dia, target program wirausaha di Indonesia harus mencapai empat persen dari jumlah penduduk Indonesia. Artinya, empat persen dari sekitar 260 juta penduduk tersebut terdapat 10 juta penduduk yang berwirausaha. “Sekarang ini baru tercapai tiga persen (dari jumlah penduduk),” katanya.
Dia optimistis dari ponpes akan melahirkan dan tumbuh wirausaha pada program santripreneur yang tangguh dan berdaya guna “Kami membekali santri jadi wirausaha ini, karena kekuatan dari santri itu sendiri mentalnya yang dibina di pondok pesantren. Santrinya mentalnya tidak diragukan lagi, paling top sedunia,” ujar Gati.
Ia berharap Ponpes Ushuluddin akan menjadi pilot project ponpes di Indonesia dalam mengembangkan program santripreneur.
Sebelumnya, Dirjen IKMA Kemenprin Gati Wibawaningsih meninjau produk santripreneur Ponpes Ushuluddin. Produk yang dipajang tersebut diantaranya aneka sabun, deterjen, baju, kain, dan lainnya.
Menurut Pemimpin Ponpes Ushuluddin KH Ahmad Rafiq Udin, kegiatan santripreneur di lingkungan ponpesnya, karena pengalamannya ketika berada di Jepang. Saat itu, ia melihat tanah atau pekarangan sejengkal saja dapat ditanami sayur mayur untuk kebutuhan rumah tangganya, dan tidak membeli lagi.
“Saya teringat ketika di Jepang. Tanah pekarangannya kecil tapi ditanami sayuran, kalau mau masak dan makan tinggal mengambil saja. Nah, mengapa tanah pesantren yang luas tidak dimanfaatkan seperti itu, untuk kebutuhan minimal santrinya,” kata Ahmad Rafiq Udin.
Saat ini, ia mengatakan santrinya telah memproduksi aneka sabun, deterjen, dan beragam baju untuk kebutuhan sekolah santri. Ia berharap produksi dari santri tersebut dapat berkembang berkat dukungan semua pihak termasuk Kemenprin dalam menjaga keberlangsungannya.
Produk dalam Ponpes Ushuluddin sudah memiliki izin edar, namun belum memiliki brand dengan hak cipta. Ke depan, produk tersebut dapat diproduksi massal dan dipasarkan ke tempat lain, agar dapat berkesinambungan.
Sabun dan deterjen yang diproduksi beraneka bentuk bernama Suntree. Nama ini diambil dari Bahasa Indonesia santri, dan ditulis dalam Bahasa Inggris.