REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyebut semua pihak seharusnya bisa mengikuti Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2019. Pergub itu mengatur tentang upah minimum sektoral (UMPS) di DKI Jakarta.
“Sesuai pergub saja. (Keberatan) ya tidak apa-apa, jalani saja,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (14/2).
Menurut dia, keputusan pergub itu memberikan langkah yang adil. Dia menginginkan Jakarta menjadi kota yang memberikan kesempatan kepada seluruh warganya, termasuk pada penduduk.
Sering kali terkait peningkatan kesejahteraan, perusahaan tak memenuhinya dengan tak ingin berbagi keuntungan. Padahal, bila saja pekerja mendapatkan upah yang layak, kinerja pun akan lebih produktif lagi.
“Dan peningkatan pertumbuhan usaha jangan hanya menguntungkan bagi yang memiliki modal, tapi juga yang masuknya dengan tenaga kerja,” ujar Anies. Pasalnya, menurut dia, bila tidak terjadi seperti demikian, ketimpangan akan timbul.
Oleh sebab itu, dia dalam mengambil keputusan menekankan aspek keadilan. Hal itu karena pihaknya juga membandingkan usaha-usaha yang sama dengan yang ada di wilayah Jakarta.
“Bayangkan, usahanya sama, PT-nya sama, nama tokonya sama, yang di sebelah timur Jakarta dan di Jakarta, upahnya beda. Ini contoh. Jadi, kita ingin agar di Jakarta ada keadilan gitu,” ujar Anies.
Dia menyebut, penyusunan Pergub Nomor 6 Tahun 2019 tentang UMSP Tahun 2019 telah melibatkan banyak pihak terkait, termasuk Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo.
“Nanti boleh dicek benar atau tidak. Tunjukkan buktinya (tidak dilibatkan), silakan karena semuanya ada undangan rapatnya. Makanya, kalau diundang, datang. Semuanya diundang,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (14/2).
Dia mengatakan, pihaknya memang telah mengundang semua pihak yang terkait. Namun, datang atau tidak, itu merupakan pilihan dari tamu undangan.
“Tapi, selalu memilih datang atau tidak itu pilihan, sesudah diputuskan baru bilang, sebelum diputuskan, diundang tidak muncul,” ujar dia.
Banyak pihak, kata dia, ketika diundang oleh pemerintah memilih tidak datang karena adanya asumsi Gubernur akan mengambil keputusan seperti tahun-tahun sebelumnya. Padahal, penyusunan pergub, kata dia, lebih berdasarkan soal keadilan dan kesetaraan.
Sementara itu, Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, pihaknya tidak sepakat dengan Pergub Nomor 6 Tahun 2019 tentang UMSP Tahun 2019. Pergub itu ditandatangani Gubernur Anies pada 22 Januari dan telah diundangkan 23 Januari lalu.
"Sampai saat ini kami tidak sepakat dengan UMSP ini karena memang melihat bahwa sektor industri ini bukan sektoral lagi," ujar Roy dalam diskusi "Dilema Upah Minimum Sektoral Provinsi", di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (13/2).
Ia mengaku keberatan bila sektor ritel dimasukkan ke dalam UMSP. Menurut dia, ritel termasuk sektor padat karya yang menyerap cukup banyak tenaga kerja. Ia melanjutkan, apabila Pemprov DKI Jakarta tetap memaksakan peritel menggaji karyawan sesuai UMSP, akan ada dampak yang besar.
"Kami bisa lebih menerima untuk UMP (upah minimum provinsi). Kalau UMSP besarannya bisa 6 sampai 8 persen berbeda lebih tinggi dari UMP. Itu tentu memberatkan," kata dia.
Roy memaparkan, ritel bukan hanya minimarket tetapi ada juga hypermarket ataupun departement store yang rata-rata setiap toko memiliki tenaga kerja di atas 200 orang. Dengan demikian, dia menambahkan, pembiayaan gaji tenaga kerja yang harus dikeluarkan mencapai 15 persen hingga 35 persen dari total biaya produksi.
Roy mengatakan, pihaknya sudah berkirim surat resmi kepada kepala daerah di seluruh Indonesia, termasuk DKI Jakarta, yang menyatakan tidak sepakat dengan adanya UMSP. Terlebih, ia menjelaskan, penyusunan Pergub Nomor 6 Tahun 2019 tentang UMSP 2019 di Jakarta dianggap tak melibatkan pelaku usaha atau asosiasi.
Padahal, ia melanjutkan, ada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang upah minimum. Pada pasal 14 ayat 2 disebut bahwa dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSP.
"Kalau tidak ada kesepakatan dengan pelaku usaha atau asosiasi maka UMSP itu tidak boleh ditandatangani gubernur," tutur Roy.
UMSP 2019 tersebut ditetapkan untuk 11 sektor atau subsektor, yakni sektor bangunan dan pekerjaan umum; sektor kimia, energi, dan pertambangan; sektor logam, elektronik, dan mesin; sektor otomotif; serta sektor asuransi dan perbankan.
Selanjutnya adalah sektor makanan dan minuman; sektor farmasi dan kesehatan; sektor tekstil, sandang, dan kulit; sektor pariwisata; sektor telekomunikasi; serta sektor ritel. Pergub itu mengatur bahwa pengusaha yang termasuk dalam kelompok sektor tersebut dilarang membayar lebih rendah dari UMSP 2019 yang ditetapkan.