REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja ekspor Indonesia diharapkan meningkat di tahun 2019. Karenanya, penyebab penurunan ekspor perlu diketahui akar permasalahannya.
"Kalau permintaan ekspor turun, kita cari pasar baru. Kalau daya saing kita turun, kita benahi. Bagaimana bisa lebih produktif, lebih murah, dengan kualitas tetap sama," ungkap Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo dalam saran persnya, Kamis (14/2).
Tantangan lainnya adalah Indonesia bisa mengekspor barang jadi di berbagai sektor mulai dari pertanian, perikanan, perkebunan hingga pertambangan. Untuk perikanan misalnya, mulai dari penangkapan ikan, cold storage hingga pengolahan harus dilakukan di Indonesia.
"Ke depan, kita harus mampu menggeser dari ekspor barang mentah ke barang jadi. Menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja," kata HT .
Di sisi lain, peningkatan impor harus diwaspadai, karena hal ini bisa menggerus devisa. Bila devisa tergerus, hal ini akan mempengaruhi nilai tukar rupiah di pasar. Tergerusnya devisa, akan menurunkan nilai tukar rupiah.
Di sisi lain, lanjut HT, ekonomi harus memperhatikan berbagai aspek secara keseluruhan. "Fokus pembangunan ekonomi harus berpusat pada peningkatan konsumsi masyarakat, belanja negara, investasi asing dan dalam negeri dan ekspor serta pengurangan impor," ungkap HT.
Untuk meningkatkan konsumsi, daya beli masyarakat harus diperbaiki, khususnya di beberapa daerah yang timpang, karena penurunan di sejumlah sektor. Untuk itu, diperlukan distribusi proyek yang merata di setiap daerah untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
Investasi luar negeri dan dalam negeri juga harus digalang, dicari kiat-kiatnya agar tiap daerah bisa meningkat. Kedatangan HT di Sulsel adalah rangkaian perjalanan HT yang akan berkeliling ke seluruh 80 Dapil di seluruh Indonesia guna bertemu langsung dengan caleg-caleg Partai Perindo.
Diketahui tahun 2018, Indonesia mencatatkan penurunan ekspor sebesar 1,04% year on year (yoy), sedangkan impor mengalami peningkatan signifikan, yaitu 12,10% yoy.
Dalam rilis pertumbuhan ekonomi yang dilakukan BPS, ekspor pada 2018 tumbuh 6,48 persen namun terkoreksi pertumbuhan impor yang lebih tinggi yakni sebesar 12,04 persen. Dalam pertumbuhan ekonomi 2018, neto ekspor pun memberikan andil negatif 0,99 persen.
Sementara, sumber pertumbuhan ekonomi terbesar masih berasal dari konsumsi rumah tangga dengan andil 2,74 persen, kemudian Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi dengan andil 2,17 persen, konsumsi pemerintah dengan andil 0,38 persen, dan sumber pertumbuhan lain dengan andil 0,87 persen. Berdasarkan data sejak 2016, kata Suhariyanto, baru pada 2018 neto ekspor berada pada posisi negatif.