REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Salah satu dari tiga remaja putri Inggris yang bergabung dengan ISIS pada 2015, Shamima Begum mengatakan ia sedang berusaha mendapatkan kewarganegaraan Belanda. Hal itu ia lakukan setelah Kementerian Dalam Negeri Inggris akan mencabut kewarganegaraannya.
Karena suaminya berasal dari Belanda, Begum berencana untuk meminta kewarganegaraan negara Eropa tersebut. Ia mengatakan sulit menerima keputusan pemerintah Inggris.
"Saya tidak tahu apa yang harus dikatakan, saya tidak terlalu terkejut tapi saya sedikit terkejut, ini sedikit mengesalkan dan membuat frustasi, saya hanya merasa sedikit ini tidak adil bagi saya dan putra saya," kata Begum, kepada ITV News, seperti dilansir di Aljazirah, Kamis (21/2).
Pada Selasa (19/2), Menteri Dalam Negeri Inggris, Sajid Javid menulis surat kepada keluarga Begum. Ia memberitahu akan membuat perintah untuk mencabut kewarganegaraan Begum. Mengutip sumber pemerintah, BBC melaporkan, perempuan 19 tahun itu masih dapat 'meminta kewarganegaraan' dari negara lain.
Begum yakin ia memiliki keturunan Bangladesh. Tapi, ia tidak memiliki paspor negara Asia tersebut dan ia juga tidak pernah mengunjungi Bangladesh. Sementara, hukum internasional melarang negara mencabut kewarganegaraan seseorang jika membuat orang itu tidak memiliki negara.
"Sedikit menghancurkan hati untuk membacanya, ketika saya berbicara dengan mereka di Baghouz, keluarga saya membuat kepulangan saya ke Inggris terdengar jauh lebih mudah, ini sedikit sulit untuk ditelan," kata Begum.
Begum mengatakan ia mendengar banyak orang yang dapat pulang ke Inggris. Ia tidak tahu mengapa kasusnya menjadi sangat sulit. Begum menduga hal ini terjadi karena kepergiaan ke Suriah mengguncangkan Inggris pada 2015 lalu.
"Pilihan lain yang mungkin saya coba dengan keluarga saya adalah suami saya dari Belanda dan ia memiliki keluarga di Belanda, mungkin saya bisa meminta kewarganegaraan dari Belanda, jika ia dikirim ke penjara Belanda saya tinggal menunggu dia keluar dari penjara," kata Begum.
Setelah tiba di Raqqa pada 2015 di usia 15 tahun, Begum menikah dengan milisi asal Belanda Yago Riedijk yang lebih tua 12 tahun darinya. Suaminya kini sudah menyerah setelah kantong terakhir ISIS di Baghouz, Suriah dikepung Pasukan Demokrasi Suriah yang didukung pasukan Amerika Serikat. Sampai saat ini belum diketahui nasibnya.
Setelah melahirkan pekan lalu di kamp pengungsian Suriah, Begum mengatakan ia ingin kembali pulang ke Inggris demi keselamatan putranya. Sebelumnya, ia memiliki dua orang anak. Keduanya meninggal dunia di Suriah.
"Saya seorang gadis berusia 19 tahun dengan bayi yang baru lahir, saya tidak tahu bagaimana saya bisa menghadapi bahaya, saya tidak kembali dan memprovokasi untuk bergabung ISIS atau yang lainnya, saya akan mendorong orang untuk tidak bergabung karena tidak semuanya terlihat seperti di video," kata Begum.
Salah satu direktur Institute on Statelessness and Inclusion lembaga untuk orang yang tidak memiliki negara, Amal De Chickera mengatakan kewarganegaraan putra Begum juga belum jelas. Hal inilah yang menjadi fokusnya.
"Inggris mengikuti tren diseluruh dunia dengan memberikan diri mereka sendiri kekuatan untuk mencabut kewarganegaraan warga mereka," kata Chickera.
Chickera mengatakan dalam kerangka hukum Inggris saat ini semua pilihan ada di pengacara Begum. Namun, kata Chickera, yang menjadi tantangannya Begum tidak berada di Inggris. Karena itu, Begum tidak memiliki akses ke pengadilan dan proses hukum.
"Ini sistem tidak adil yang melawan dia, prospeknya tidak terlihat bagus," kata Chickera.
Akademisi dan direktur International Centre for Study of Radicalisation di King's College London, Shiraz Maher juga menyerang keputusan pemerintah Inggris. Ia menyebut keputusan itu sebagai keputusan yang rasialis.
"Saya pikir ini keputusan yang sangat berbahaya, hal ini tidak hanya menciptakan persepsi ada sistem dua tingkat dan sistem itu cukup rasialis, dan ini persepsi yang terjadi di seluruh komunitas Muslim di seluruh negeri, ini situasi yang berbahaya yang diciptakan Kementerian Dalam Negeri," kata Maher.
Sementara itu, Bangladesh sudah menyatakan tidak akan memberikan kewarganegaraan kepada Begum. Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahariar Alam mengatakan tidak diragukan lagi Begum adalah warga negara Inggris dan tidak pernah mengunjungi Bangladesh sebelumnya.
"Pemerintah Bangladesh saat ini mempertahankan kebijakan tidak ada toleransi untuk terorisme," kata Alam.
Pemerintah Bangladesh juga membantah laporan Kementerian Dalam Negeri Inggris yang yakin Begum dapat mengklaim kewarganegaraan Bangladesh. Kementerian Luar Negeri Bangladesh sudah menegaskan Begum bukan warga Bangladesh.
"Dia warga negara Inggris dari lahir dan tidak pernah mengajukan dwi kewarganegaraan dengan Bangladesh, pemerintah Bangladesh sangat menyesal ia salah diidentifikasi sebagai pemegang dwi kewarganegaraan dengan Bangladesh selain tempat kelahirannya, Inggris," kata pernyataan Kementerian Luar Negeri Bangladesh.