REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan perpanjangan penahanan Irwan Hakim Pengadilan Jakarta Selatan dan Advokat Arif Fitrawan. Keduanya merupakan tersangka kasus dugaan suap penanganan putusan perkara perdata yang sedang diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tahun 2018 yang menjerat Hakim dan Panitera.
"Telah dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari dimulai tanggal tanggal 26 Februari 2019 sampai dengan 27 Maret 2019 untuk 2 tersangka I dan AF," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Kamis (21/2).
Dalam kasus ini KPK menetapkan lima tersangka yakni diduga sebagai penerima: Iswahyu Widodo, Hakim PN Jakarta SeIatan (Ketua Majelis Hakim); Irwan, Hakim PN Jakarta Selatan; Muhammad Ramadhan Panitera Penggati PN Jakarta Timur. Dan diduga sebagai pemberi yakni Arif Fitrawan, Advokat; Martin P. Silitonga, Swasta yang saat ini sedang dalam penahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan pelanggaran pidana umum.
Dua hakim dan panitera tersebut diduga menerima suap sebesar ratusan ribu dolar Singapura dari Advokat Arif Fitrawan dan Martin P Silitonga. Diduga, pemberian suap itu terkait dengan penanganan perkara perdata di PN Jakarta Selatan dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem JV Dongen dan turut tergugat PT Asia Pacific Mining Resources. Gugatan perdata ini terkait pembatalan perjanjian akuisisi PT CLM (PT Citra Lampia Mandiri) oleh PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan ini didaftarkan pada 26 Maret 2018.
Selama proses persidangan, diindikasikan pihak penggugat melakukan komunikasi dengan MR panitera pengganti PN Jaktim sebagai pihak yang diduga sebagai perantara terhadap majelis hakim yang menangani perkara di PN Jakarta Selatan. Advokat Arif Fitrawan, diduga menitipkan uang 47 ribu dollar Singapura atau setara Rp 500 juta ke Muhammad Ramadhan untuk diserahkan kepada majelis hakim.
Diduga sebelumnya majelis hakim juga telah menerima uang sebesar Rp 150 juta dari Arif Fitawan melalui Muhammad Ramadhan untuk mempengaruhi putusan sela. Dan agar tidak diputus N.O yang dibacakan pada bulan Agustus 2018 an disepakati akan menerima lagi sebesar Rp 500 juta untuk putusan akhir.
Atas perbuatannya, kepada pihak yang diduga penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara para pihak yang diduga pemberi suap disangkakan dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.