Kamis 21 Feb 2019 15:25 WIB

Pemerintah Harus Atasi Tekanan Perdagangan Dengan Cina

Pada Januari, defisit neraca perdagangan dengan Cina meroket hingga 32 persen.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas ekspor impor.
Foto: bea cukai
Aktivitas ekspor impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai tekanan perdagangan Indonesia dengan Cina harus menjadi perhatian dan menjadi strategi pemerintah ke depan. Ini merupakan isu penting yang terkait dengan nasib ekonomi Indonesia ke depan.

mengatakan, pemerintah dan para calon presiden belum menjadikan ini sebagai isu penting untuk diatasi. "Saya melihat isu ekonomi politik Indonesia dengan Cina belum menjadi isu yang diangkat oleh calon presiden," kata Didik Rachbini dalam diskusi bersama media, Kamis (21/2).

Padahal menurut Didik, isu ini sangat krusial karena terkait dengan neraca transaksi berjalan Indonesia. Bank Indonesia (BI) mencatat defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada kuartal IV-2018 defisit 9,1 miliar dolar AS atau 3,57 persen dari produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dari kuartal III-2018 yang tercatat 8,6 miliar dolar AS atau 3,28 persen dari PDB. Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan defisit  perdagangan pada Januari 2019 sebesar 1,16 miliar dolar AS, dan merupakan yang terbesar sepanjang sejarah 20 tahun terakhir ini. 

Menurut Didik, salah satu penyebab yang paling utama adalah defisit perdagangan dengan Cina yang tekor besar, memperbesar defisit yang melemahkan perekonomian kita. Ini adalah faktor penting dimana dalam satu aspek perdagangan, Indonesia berada pada pihak yang kalah, dirugikan, dan terdesak. 

"Namun, pemerintah tidak terlihat mempunyai strategi diplomasi dagang setidaknya untuk menguranginya. Ini apa artinya, sektor luar negeri kita lemah, kedodoran, kehilangan strategi ekonomi dan dagang," kritiknya.

Adapun neraca perdagangan Indonesia dengan Cina dua dekade lalu yang defisit hanya ratusan juta dolar AS, sekarang defisitnya sangat besar. Neraca perdagangan Indonesia dengan Cina tercatat defisit sebesar 2,43 miliar dolar AS pada Januari 2019 atau meroket 32 persen dari posisi yang sama tahun lalu, yaitu 1,84 miliar dolar AS.

Indonesia memiliki defisit terparah dalam sejarah. Faktor utamanya karena Indonesia mengalami defisit besar dalam perdagangan dengan Cina. Sebagai perbandingan, defisit perdagangan Cina dengan AS sekitar 375 miliar dolar AS, defisit yang sangat besar membuat AS marah dengan tidak hanya mengultimatum tapi langsung memukul bendera perang dagang. 

Dalam satu bulan defisit kira-kira 30 sampai 40 miliar dollar AS. Eropa juga sedang menyusun strategi bagaimana menghadapi serbuan dagang dengan Cina. Sekarang perang itu sedang berlangsung dan mempengaruhi ekonomi global. 

"Indonesia defisit dagang cuma nerimo saja, padahal ini melamahkan ekonomi ke depan," kritiknya.

Menurut Didik, tekanan perdagangan Indonesia dengan Cina haruslah menjadi perhatian dan menjadi strategi pemerintah ke depan. Jika tidak, maka ekonomi Indonesia akan sangat lemah, nilai tukar rupiah akan rapuh dan kepastian bisnis tidak kuat. 

Upaya pemerintah dengan paket kebijakan ekonomi dinilai memiliki strategi yang lemah, sehingga tidak berhasil. "Hasilnya seperti kita lihat defisit ganda, perdagangan, jasa, neraca berjalan, dan defisit APBN, yang berhasil cuma infrasturktur, tapi perbaikan logistik kita yang mahal," katanya.

Dia menilai, pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal ini. Antara lain bisa menggunakan instrumen tarif dan nontarif, diplomasi dagang untuk menyeimbangkan, lalu kembalikan produk-produk Cina yang membahayakan masyarakat, dan kontrol karantina yang ketat.

Pada saat yang sama pemerintah harus memiliki strategi ekspor yang kuat  utamanya industri. Tetapi sektor industri Indonesia keok karena serbuan produk Cina. "Dulu pernah sektor industri dalam ekonomi sampai 41 persen, sekarang terjerembab hanya 20 persen," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement