REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 18 Maret 1916, pemerintah kolonial mengakui Sarekat Islam (SI) secara resmi. HOS Tjokroaminoto lantas dikukuhkan SI sebagai ketua umum.
Setahun kemudian, organisasi ini kian menegaskan sikap politiknya. SI menyuarakan kemerdekaan nasional dan perbaikan nasib Pribumi sebagai tujuan.
Wakil-wakil SI tampil sebagai opisisi pemerintah di dewan perwakilan rakyat (Volksraad) Hindia Belanda. Sebagai bagian SI, Haji Agus Salim menorehkan sejarah.
Untuk diketahui, dia fasih (minimal) tujuh bahasa asing. Sewaktu di Volksraad, Haji Agus Salim berpidato dalam bahasa Melayu, alih-alih bahasa Belanda. Itulah untuk pertama kalinya, cikal-bakal bahasa Indonesia tersebut digunakan dalam forum resmi.
Membendung Komunisme
Sementara itu, komunisme mulai merebak di Tanah Air sejak diperkenalkan Henk Sneevliet, seorang Belanda, yang masuk ke Hindia pada 1913. Pelan-pelan pendukung paham tersebut menginfiltrasi SI.
Kubu komunis menentang habis-habisan perutusan di Volksraad. Tanda-tanda perpecahan pun mengemuka.
Suradi dalam buku Haji Agus Salim dan Konflik Politik dalam Sarekat Islam menyebut besarnya upaya Haji Agus Salim untuk membendung golongan komunis yang terlanjur masuk ke SI.
Pada Maret 1921, kongres SI berlangsung di Yogyakarta. Dia mendebat orang-orang komunis, seperti Semaun, Burink, dan Darsono. Islamlah jalan hidup yang lengkap, tidak perlu isme-isme lain, termasuk komunisme.
Dalam harian yang dipimpinnya, Neratja, Haji Agus Salim menekankan: “Tidak perlu mencari isme-isme lain yang akan mengobati penyakit pergerakan. Obatnya ada di dalam asasnya sendiri, asas yang lama dan kekal […] Asas itu ialah Islam.”
Sejak 1923, organisasi ini dapat dikatakan tak utuh lagi. Unsur-unsur yang berhaluan komunisme membuat kongres tandingan di Bandung (Jawa Barat), sehingga mengganti namanya menjadi Sarekat Rakjat (SI Merah).
SI Merah setahun kemudian melebur ke dalam Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 1924, SI mainstream pun keluar dari Volksraad. Pimpinannya amat kecewa karena suara oposisi dianggap angin lalu saja di sana oleh penguasa kolonial. Haji Agus Salim bahkan menggelari dewan itu “komedi omong yang disensor.”
Hengkangnya unsur komunis tidak mampu memulihkan SI—yang sejak penyelenggaraan kongres di Madiun (Jawa Timur) 1923 menjadi Partai Sarekat Islam. (Sewaktu Pemilu 1950, namanya menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia [PSII].)
Pada 1936, Abikusno naik memimpin partai ini, sehingga menyingkirkan Agus Salim dkk. Rekan-rekan Haji Agus Salim lantas membentuk Penjadar (j=y). Namun, gerakan itu pun terpental setahun kemudian.
Selesai sudah masa keaktifan Haji Agus Salim di SI. Hingga zaman pendudukan Jepang, dia terus bergiat dalam pergerakan politik Penjadar bersama rekan-rekannya, semisal Mohammad Roem, AM Sangaji, Surowiyono, dll.
(ilustrasi) Haji Agus Salim (kiri)