REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sudah berangkat menuju Vietnam untuk melakukan pertemuan puncak kedua dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Hanoi pada 26-27 Februari. Kim bertolak dengan kereta api yang melintasi Cina.
Menurut laporan media Korut, Kim meninggalkan Pyongyang dengan kereta pada Sabtu (23/2) sore. Ia didampingi oleh sejumlah pejabat tinggi Korea Utara serta saudara perempuannya yang berpengaruh.
Pertemuan Trump dan Kim di Hanoi akan berlangsung delapan bulan setelah keduanya melakukan pertemuan puncak bersejarah untuk pertama kali di Singapura.
Pada pertemuan di Singapura, keduanya berjanji untuk menjalankan langkah menuju perlucutan senjata nuklir secara penuh di Semenanjung Korea.
Surat kabar Korea Utara Rodong Sinmun memuat foto-foto perjalanan Kim, yaitu penglepasan keberangkatannya dari Pyongyang serta ketika ia melambaikan tangan dari pintu gerbong sambil jari tangannya memegang rokok.
Dalam kunjungannya ke Vietnam, Kim didampingi para pejabat yang juga mendampinginya pada pertemuan puncak di Singapura.
Di antara mereka adalah mantan kepala intelijen Kim Yong-chol, yang juga utusan utama Kim bagi perundingan dengan Amerika Serikat, asisten senior partai Ri Su Yong, Menteri Luar Negeri Ri Yong-ho dan kepala pertahanan No Kwang-chol.
"Adik perempuan pemimpin Korut, Kim Yo-jong, yang bertindak sebagai pembantu dekat Kim Jong-un pada pertemuan di Singapura, kembali menjadi bagian dari delegasi," lapor kantor berita Korut KCNA.
Laporan itu tidak menyebut-nyebut soal istri Kim, Ri Sol-ju. Dengan hanya sedikit kemajuan yang terlihat sejak pertemuan puncak pada Juni tahun lalu, Trump dan Kim kemungkinan akan berupaya membangun hubungan pribadi mereka untuk membuat kemajuan di Hanoi.
Kedua pihak berada di bawah tekanan untuk membuat perjanjian yang lebih spesifik dibandingkan di Singapura. Menurut sejumlah pengkritik, terutama Amerika Serikat, perjanjian di Singapura itu kurang rinci.
Presiden AS Donald Trump saat berjalan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Hotel Capella di Pulau Sentosa Singapura, Selasa (12/6).
Pemerintahan Trump telah menekan Korea Utara untuk menghentikan program senjata nuklirnya yang jika digabungkan dengan kemampuan rudalnya bisa mengancam Amerika Serikat. Sebaliknya, Korea Utara menginginkan pelonggaran sanksi-sanksi oleh berbagai pihak pimpinan AS, jaminan keamanan serta pengakhiran secara resmi Perang Korea 1950-1953. Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian.