REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Board of Management Nindya Sejati, Muhammad Taufik Reza mengaku pernah menyerahkan uang untuk Gubernur Aceh Irwandi Yusuf melalui eks Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Sabang Izil Azhar. Hal itu diungkapkan Taufik saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/2).
"Saya menyerahkan langsung kepada Izil Azhar, biasanya dihubungi orang-orangnya (Izil Azhar) nanti ketemu di warung kopi di jalan, di tempat yang enggak ada orang, ada juga di Masjid Baiturahman Aceh, kantor Tuah Sejati, dan parkiran Bank Aceh kantor pusat," kata Taufik Reza dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Taufik bersaksi untuk terdakwa Irwandi Yusuf yang didakwa melakukan tiga perbuatan. Yaitu pertama, menerima suap sebesar Rp 1,05 miliar terkait dengan proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018. Kedua, menerima gratifikasi sepanjang menjadi Gubernur Aceh periode 2017 sampai 2022 sebesar Rp 8,717 miliar; ketiga, gratifikasi saat menjabat Gubernur Aceh 2007 sampai 2012 sebesar Rp 32,454 miliar sehingga seluruhnya mencapai Rp 42,221 miliar.
Proyek pembangunan dermaga Sabang dikerjakan oleh Joint Operation (JO) Nindya Karya dan Tuah Sejati dan terbukti ada korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 116 miliar dalam periode 2006 sampai 2011 dengan anggaran sekitar Rp 760 miliar. Dalam proyek itu, sudah ada beberapa orang yang divonis penjara, yaitu kuasa Nindya Sejati JO Heru Sulaksono yang divonis 9 tahun penjara, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek Ramadhani Ismy divonis 6 tahun penjara, dan mantan Gubernur Bener Meriah Ruslan Abdul Gani divonis 5 tahun penjara.
"Dicatat dahulu permohonan dari Izil Azhar, lalu dilaporkan permohonan kepada Kepala JO Heru Sulaksono, selanjutnya kami keluarkan uangnya," tambah Taufik.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Izil Azhar merupakan orang kepercayaan Irwandi dan anggota tim sukses Pemilihan Gubernur Aceh pada 2017. Irwandi menerima gratifikasi sebesar Rp 32,454 miliar dari JO Nindya Sejati dengan perincian pada 2008 menerima Rp 2,917 miliar, pada 2009 menerima Rp 6,937 miliar, pada 2010 menerima Rp 9,57 miliar, dan pada 2011 menerima Rp 13,03 miliar.
"Uang untuk operasional lapangan mantan kombatan GAM, kebutuhan kenduri, dan kebutuhan Pak Gubernur," tambah Taufik.
"Di dalam BAP Saudara mengatakan untuk Irwandi sebesar Rp 29,8 miliar karena dikurangi dana yang dinikmati Izil sendiri sekitar Rp 2,5 miliar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ali Fikri.
"Iya karena di catatan besar biasanya dicatat untuk keperluan lain. Akan tetapi, ada juga permintaan khusus Pak Izil untuk keperluannya dia, yang menyerahkan itu ada Pak Sabir, Pak Bayu, dan saya sendiri," jawab Taufik.
Bayu yang dimaksud adalah karyawan PT Nindya Karya Bayu Ardhianto yang juga hadir dalam persidangan. "Saya paling banyak menyerahkan pada tahun 2015, pernah juga di kontrakannya menyerahkan," kata Bayu dalam sidang.
Sementara itu, karyawan PT Nindya Karya, Sabir Said yang juga pelaksana proyek Dermaga Sabang mengaku bahwa, Izil Azhar memang selalu mengatasnamakan gubernur untuk kepentingan GAM maupun kenduri. "Saya pernah serahkan di rumahnya, di terminal, di jalan juga. Akan tetapi, tidak ada tanda terima," kata Sabir.