Kamis 28 Feb 2019 22:56 WIB

Memahami Sahih

Pendapat yang sahih berarti pendapat yang benar.

Hadist (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Hadist (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pendapat yang sahih berarti pendapat yang benar. Istilah sahih terkenal dalam kajian ilmu hadis dalam kaitannya dengan nilai suatu hadis, meski dikenal juga dalam ushul fikih.

Penetapan nilai suatu hadis penting karena akan dapat diketahui apakah hadis tersebut dapat dijadikan hujah (bukti/alasan) atau tidak dalam menetapkan hukum. Hal ini disebabkan karena hadis dalam Islam menduduki peringkat kedua (pertama:Alquran) sebagai sumber ajaran.

Selain itu, penetapan nilai hadis tersebut dimaksudkan untuk mengetahui ucapan, perbuatan dan takrir (peneguhan kebenaran yang beralasan) Rasulullah SAW dalam hubungannya dengan ajaran yang terkandung dalam Alquran yang bersifat umum dan belum terinci. Namun kebenaran setiap hadis tidak dapat diterima secara mutlak sebagai yang qat'i al wurud (hadis yang muncul dengan petunjuk yang jelas sekali berasal dari Rasulullah SAW).

Hadis yang sampai kepada umat melibatkan banyak periwayat. Berdasarkan penelitian para ulama hadis dalam kaitannya dengan para periwayat, hadis terbagi atas sahih (sah, sanadnya mulus, perawinya terdiri dari rang-orang adil, jujur dan daya ingatnya kuat); hasan (sah tapi tingkatannya di bawah hadis sahih karena ada perawinya yang kurang kuat daya ingatnya); dan da'if (lemah karena cacat pada sanad atau rawi-nya dan pada matan atau redaksinya).

Oleh karena itu, di samping hadis yang makbul (diterima), banyak pula hadis yang mardud (ditolak) kebenarannya, baik karena cacat pada sanad (mata rantai periwayat) maupun pada matannya (redaksi dan kandungannya). Artinya, ada hadis yang sahih dan ada pula yang tidak sahih.

Suatu hadis akan dikatakan sahih bila ia memenuhi syarat-syarat yang dikemukakan oleh Ibnu Salah (642 H/1246 M). Yakni, seorang yang ahli dalam ilmu hadis, antara lain sanadnya bersambung-sambung kepada Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh perawi yang adil, yang dabit (memiliki daya ingat yang kuat) dan tidak mengandung syazz (penyimpangan dari aturan) maupun illat (cacat).

Untuk menetapkan kesahihan suatu hadis, kelima syarat itu harus terpenuhi. Imam Nawawi menyatakan bahwa hadis sahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh orang yang adil dan dabit, serta di dalamnya tidak terdapat illat.

Kata sahih juga dikenal dalam fikih/ushul fikih dalam kaitannya dengan hukum wad'i (positif). Istilah ini dipertentangkan dengan kata 'batil' dan istilah 'sah' seringkali digunakan sebagai kebalikan dari 'batal'. Di sini, sah mengandung arti bahwa suatu pekerjaan dikerjakan dengan memenuhi syarat dan rukunnya, sedangkan pekerjaan yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya tidak sah atau batal.

 

sumber : Dialog Jumat Republika/Yus
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement